MERAYAKAN CAP GO MEH MERAJUT KEBERSAMAAN

Kemeriahan selalu terasa di seluruh penjuru negeri manakala perayaan Cap Go Meh berlangsung, terutama di daerah yang memiliki banyak penduduk Etnis Tionghoa seperti di Kalimantan Barat, Palembang, Bangka-Belitung, Jakarta, Surabaya, Medan, Manado, hingga Semarang.

Cap Go Meh merupakan lambang hari kelima belas dan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek. Istilah Cap Go Meh secara harafiah bermakna 15 hari atau malam setelah Imlek. Cap memiliki arti sepuluh, Go lima, dan Meh berarti malam.

Perayaan ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit. Saat Dinasti Tang memimpin, perayaan ini mulai dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini merupakan kesempatan masyarakat untuk bersenang-senang.

Seorang pria Tionghoa membawa kertas doa saat melaksanakan sembahyang Cap Go Meh di Kelenteng Tri Dharma Dwi Dharma Bhakti, Pontianak, Kalbar.

Sejumlah warga Tionghoa menyiapkan makanan lontong sayur sebagai makanan khas saat Perayaan Cap Go Meh di Klenteng En Ang Kiong, Malang, Jawa Timur.

Cap Go Meh juga dikenal sebagai acara pawai menggotong joli Toapekong untuk diarak keluar dari Kelenteng. Toapekong secara harfiah berarti eyang buyut untuk makna kiasan bagi dewa.

Di Indonesia tradisi ini diisi dengan beragam kegiatan seperti pawai budaya Cap Go Meh yang diiringi Tarian Naga Cap Go Meh (liong) yang disebut "Nong Long" dan Tarian Barongsai Cap Go Meh yang disebut "Nong Shi".

Di Singkawang, Kalbar, dikenal dengan parade lentera megah, yang diramaikan dengan parade seni kuno Tatung sebagai media ritual untuk menolak roh-roh jahat. Di Jakarta dan sekitarnya pawai ini juga diiringi para pemain musik tradisional Tanjidor yang menggunakan instrumen musik trompet, tambur dan bajidor (Bedug), yang sudah menjadi tradisi sejak abad 18. Selain Tanjidor warga Tionghoa juga tak lupa menghidangkan "Lontong Cap Go Meh" sebagai makanan khasnya.

Tiga pemuda Tionghoa beratraksi saat mengikuti Pawai Cap Go Meh 2015 di Jalan Diponegoro, Pontianak, Kalimantan Barat.

Umat Konghucu menggelar ritual Sembahyang Cap Go Meh atau Shang Yuan di Klenteng Xian Ma, Makassar, Sulawesi Selatan.

Kini pawai Cap Go Meh tidak hanya sebuah kemeriaan budaya masyarakat Tionghoa semata, namun juga menjadi bagian dari tradisi khasanah budaya masyarakat Indonesia.

Foto: Jessica Wuysang, Maulana Surya, Aribowo Sucipto, Agus Bebeng, Dedhez Anggara, Dewi Fajriani, Arif Firmansyah

Teks: Zarqoni Maksum

Sejumlah pemain dari Yayasan Pemadam Kebakaran Panca Bhakti melakukan latihan memainkan arak-arakan liong naga sepanjang 60 meter di Pontianak, Kalbar.

Sebuah replika liong naga ikut serta dalam pawai Cap Go Meh 2015 di Jalan Diponegoro, Pontianak, Kalimantan Barat.

Antarafoto@2015

Sejumlah warga keturunan Tionghoa mengarak patung Kong cho Lok waya saat perayaan Cap Go Meh di Indramayu, Jawa barat.

Sejumlah warga Bandung merayakan Kirab Budaya Cap Go Meh di jalanan Sudirman Bandung, Jawa Barat.

Sejumlah pemain Yayasan Pemadam Kebakaran Panca Bhakti melakukan latihan memainkan arak-arakan liong naga sepanjang 60 meter di Pontianak, Kalbar.

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi