PETA JALAN PULANG ANAK PUNK

Rivan Awal Lingga

Suara bising grinder kopi dan aroma khas menyeruak menghiasi sebuah kedai selepas azan Magrib di bulan Ramadhan. Kesibukan sejumlah anak punk jalanan yang melayani pengunjung menjadi sebuah dekorasi menarik di kedai bernama kopi shalawat.

Kedai kopi shalawatyang terletak di kawasan Ciputat merupakan tempat bekerja beberapa anak punk jalanan seusai mengikuti pengajian di kolong jalan layang Tebet, Jakarta Selatan. Kedai tersebut digagas oleh Halim Ambiya, pendiri komunitas Tasawuf Underground tujuh tahun silam sekaligus ustaz lulusan program pascasarjana di Institut Pemikiran dan Peradaban Islam Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.

Tasawuf Underground merupakan sebuah komunitas yang awalnya hanya bergerak di media sosial dengan tujuan untuk mengamalkan ilmu Islam yang lahir dari minimnya akses anak punk terhadap pendidikan agama.

Ustaz Halim Ambiya (kedua kanan) memberikan ceramah kepada sejumlah anak punk di Kolong jembatan layang Tebet, Jakarta.

Anak punk mengikuti pengajian di Kolong jembatan layang Tebet, Jakarta.

Halim yang juga Dosen di Universitas Islam Negeri Jakarta itu menyusuri lorong-lorong Ibu Kota untuk mencari titik kumpul anak jalanan dan anak punk, lalu berusaha mengajak mereka belajar tentang Islam bersama-sama. Namun mengajak anak jalanan dan anak punk mengaji bukanlah perkara mudah. Halim memulainya dengan mendekati mereka, mengajak mereka berbincang sambil ngopi bareng.

Setelah beberapa kali pertemuan, ia menawarkan "peta jalan pulang", metode pengajaran komunitas untuk mengenalkan kembali agama kepada anak jalanan dan anak punk serta mengubah stigma masyarakat terhadap mereka.

"Saya hanya merangkul dan memberikan sebuah peta untuk mereka jalan pulang dan mengenal Tuhan, tidak menghilangkan identitas mereka sebagai anak punk," ujar Halim.

Anak punk mengikuti pengajian di Kolong jembatan layang, Tebet, Jakarta.

Anak punk bersiap melaksanakan shalat di Tebet, Jakarta.

"Persahabatan adalah kunci utamanya. Di situ lahir berbagi ilmu, berkah, hingga berbagi pekerjaan. Akhirnya mereka yang meminta saya untuk mengajarkan mengaji dan shalat," ia menambahkan.

Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran punk namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya yaitu London, Inggris. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, komunitas punk mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang. Punk juga semakin populer di dalam dunia fesyen atau gaya berpakaian.

Bima Abdul Saleh (26) merasakan kehidupan yang jauh lebih baik setelah empat bulan bergabung dan menemukan peta untuk jalan pulang di Komunitas Tasawuf Underground. Pemuda dengan wajah penuh tato itu sangat menyesal sudah membuang banyak waktu pada masa lalu.

Sejumlah anak punk melaksanakan shalat di Tebet, Jakarta.

Anak punk bersiap untuk mengikuti pengajian di Kolong jembatan layang, Tebet, Jakarta.

"Saya ingin menghapus tato saya, saya malu menghadap Allah dengan tubuh yang kotor," ujar Bima.

"Kita sekarang sudah mengenal tuhan, tapi kita tetap melawan penindasan dengan musik dan karya kita yang lain, itulah punk sejati tidak memalak, tidak narkoba, dan bukan kriminal," tutup Bima

Seorang anak punk membuat kopi di Kedai "Kopi Shalawat" Ciputat, Tangerang Selatan.

Sejumlah anak punk bermain musik menghibur pengunjung di Kedai "Kopi Shalawat" Ciputat, Tangerang Selatan.

Seorang anak punk melayani pembeli di Kedai "Kopi Shalawat", Ciputat, Tangerang Selatan.

Bima menunjukan tato di mukanya di kolong jembatan layang Tebet, Jakarta.

Anak punk menghapus tatonya di Kolong jembatan layang Tebet, Jakarta.

Anak punk menunjukan tato di tangannya di Kolong jembata layang Tebet, Jakarta.

Foto dan Teks : Rivan Awal Lingga

Editor : Prasetyo Utomo

Licence

Choisissez la licence qui correspond à vos besoins
$ 200
Photo Story licence régulière
Éditorial et en ligne, 1024 px, 1 domaine
$ 500
Photo Story Exhibition & Publishing
Photo Exhibition & Publishing