KAMPUNG PATIN YANG PRODUKTIF DAN INOVATIF

FB Anggoro

Sebuah desa Bernama Koto Masjid di Kabupaten Kampar lebih dikenal luas dengan sebutan ÒKampung PatinÓ karena menjadi salah satu sentra ikan patin terintegrasi di Provinsi Riau. Di Kampung Patin ada slogan tiada rumah tanpa kolam ikan.

Budidaya perikanan ikan tawar mulai dikembangkan di sana sejak 2002. Luas areal perkolaman di Kampung Patin kini mencapai 150 hektare, yang mayoritas dikelola warga setempat, dan setiap hektare bisa terdiri dari delapan kolam. Dalam sehari warga setempat bisa memanen 12 hingga 15 ton ikan segar, sehingga jumlah panen rata-rata mencapai 360 sampai 450 ton dalam sebulan.

Ikan Patin segar dijual Rp14.500 per kilogram untuk memenuhi kebutuhan pasar di Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Selain itu, Kampung Patin juga merupakan contoh nyata keberhasilan pertanian ikan air tawar dari hulu hingga hilir. Sebabnya, warga berhasil menerapkan teknologi dan diversifikasi produk akhirnya.

Ratusan ikan patin berebut makanan di kolam di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Foto udara hamparan kolam ikan patin di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Di sektor hulu, mereka membuat pakan sendiri, dan menerapkan pembuahan buatan dengan mengambil sperma dan telur dari induk ikan. Dengan begitu, tingkat keberhasilan pembuahan lebih tinggi ketimbang pembuahan alami. Telur yang sudah dibuahi ditempatkan di corong penetasan yang bisa menghasilkan hingga 2,8 juta larva patin dalam sebulan.

Dampak pandemi COVID-19 tidak mempengaruhi bisnis di sentra ikan patin tersebut, karena permintaan produk olahan berupa ikan asap relatif stabil. Ikan salai, yang diproduksi dengan proses pengasapan, bisa menyerap bahan baku ikan patin segar sekitar 240 ton dalam sebulan. Selain itu, warga di sana juga mengolah ikan patin jadi barang bahan makanan modern seperti abon, nuget dan bakso ikan.

Ikan salai masih dicari pembeli karena bisa tahan hingga berminggu-minggu dan harganya relatif murah, yakni Rp70 ribu per kilogramnya. Ikan salai ini dipasarkan di Sumatera sampai mencanegara, seperti ke Brunai Darusalam, Malaysia, dan Singapura, yang dijual lewat perdagangan lintas batas. Ikan ini kerap dibuat menjadi gulai pucuk ubi, yang merupakan kuliner khas Melayu.

Proses pemanenan ikan patin menggunakan jala di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Warga mengeluarkan telur dari induk ikan patin untuk pembuahan buatan di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Keberadaan Kampung Patin ini juga banyak menyerap tenaga kerja karena warga yang tak punya kolam juga bisa bekerja sebagai pemanen ikan, pembelah ikan dan pembuat ikan salai. Di desa tersebut terdapat 10 usaha pengasapan ikan yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 150 orang.

Seorang warga memasukan telur ikan patin yang sudah dibuahi ke corong penetasan di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Sejumlah warga menimbang hasil panen ikan patin di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Sejumlah warga menimbang hasil panen ikan patin di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Sejumlah ibu membelah ikan patin di tempat pengolahan ikan asap di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Seorang pengunjung memotret ikan patin bakar yang jadi makanan populer di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Warga menunjukan ikan patin asap, yang populer disebut ikan salai di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Diversifikasi produk ikan patin berupa bakso, nuget, dan makanan khas gulai ikan patin salai di Kampung Patin, Desa Koto Masjid, Kampar, Riau.

Foto dan Teks : FB Anggoro

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi