Rabu malam, 24 Juni 2020, 94 orang pengungsi Rohingya dari negara bagian Rakhine, Myanmar terombang-ambing sekitar enam mil dari Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara. Rombongan pengungsi terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak itu dievakuasi paksa oleh nelayan dari tengah laut dengan kondisi kapal rusak, belasan orang dalam kondisi sakit serta haus dan kelaparan. Isak tangis pecah saat mereka berhasil diselamatkan.
Rombongan itu merupakan sebagian kecil dari ratusan pengungsi etnis Rohingya yang telah datang sebelumnya. Para pengungsi yang mayoritas perempuan dan anak ini berharap ada secercah harapan mendapatkan perlindungan dan kehidupan yang lebih baik.
Bagi Pemerintah Indonesia, keputusan menerima pengungsi Rohingya adalah langkah yang dilematis, seperti memiliki dua sisi mata pisau. Satu sisi mengetuk hati nurani dan mempertaruhkan rasa kemanusiaan tapi pada sisi lain adanya pandemi COVID-19 yang merambah hampir semua negara.
Puluhan warga etnis Rohingya berada di dalam kapal saat terdampar di tengah laut di perairan Aceh.
Pengungsi etnis Rohingya beristirahat usai dievakuasi di pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh.
Mayoritas pengungsi itu memiliki kartu dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), yang berarti mereka telah resmi berstatus pengungsi dan mendapatkan hak internasional perlindungan di bawah UNHCR.
Pemerintah Daerah dibantu oleh sejumlah lembaga dalam dan luar negeri menyediakan tempat hunian yang layak, sandang dan pangan, sarana ibadah dan layanan kesehatan. Sedangkan untuk anak-anak, disediakan layanan psikososial.
Tidak hanya itu saja, para pengungsi tersebut juga mendapat berbagai pelatihan seperti menjahit, merajut, tata rias, bermain musik hingga bercocok tanam, dengan harapan nantinya para pengungsi memiliki keahlian, dapat hidup mandiri dan menata kehidupan mereka setelah meninggalkan Aceh.
Petugas BPBD membantu pengungsi etnis Rohingya yang sakit usai dievakuasi di pesisir pantai Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh.
Seorang pengungsi etnis Rohingya menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Meutia di Kota Lhokseumawe, Aceh.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan tegas menyatakan, atas dasar kemanusiaan, Indonesia memutuskan untuk menerima sementara pengungsi etnis Rohingya yang saat ini berada di Aceh. Kendati demikian, Indonesia tetap memprioritaskan pemulangan para etnis Rohingya ke Rakhine dengan selamat. Oleh sebab itu, ia berharap suasana di Rakhine bisa segera kondusif agar penderitaan etnis Rohingya bisa segera selesai.
"Prioritas utama adalah membawa kembali para pengungsi Rohingya ke negara asalnya di Rakhine state, Myanmar, dengan cara yang aman, sukarela dan bermartabat," ucap Retno.
Pengungsi etnis Rohingya memakai tanda pengenal di shelter Rohingya, Desa Blang Adoe, Aceh Utara, Aceh.
Sejumlah pengungsi etnis rohingya berdiri di pintu tempat penampungan Desa Blang Adoe, Aceh Utara, Aceh.
Pengungsi etnis Rohingya memilih pakaian layak pakai bantuan masyarakat di tempat penampungan, Desa Blang Adoe, Aceh Utara, Aceh.
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya melaksanakan shalat berjamaah di tempat penampungan sementara, BLK Desa Kandang, Lhokseumawe, Aceh.
Seorang anak pengungsi etnis Rohingya di tempat penampungan sementara, Shelter Blang Adoe, Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh.
Pengungsi etnis Rohingya mendapat fasilitas menelpon dari Palang Merah Indonesia (PMI) Lhokseumawe di tempat penampungan sementara, BLK Desa Kandang, Lhokseumawe, Aceh.
Pengungsi etnis Rohingya belajar merajut di tempat penampungan Desa Blang Adoe, Aceh Utara, Aceh.
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya mendapatkan pelatihan bermain gitar di tempat penampungan Desa Blang Adoe, Aceh Utara, Aceh.
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya mengikuti lomba menyemarakkan HUT ke-75 Kemerdekaan RI di tempat penampungan sementara BLK Desa Kandang, Lhokseumawe, Aceh.
Foto dan Teks : Rahmad
Editor : Prasetyo Utomo