Kota Tua Penagi, sebuah kawasan permukiman sekaligus niaga terletak sekitar tujuh kilometer dari Ranai, ibukota Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Jangan membayangkan Penagi seperti Kota Tua Jakarta ataupun Kota Lama Semarang dengan banyak gedung besar eksotis peninggalan kolonial Belanda.
Toko sekaligus tempat tinggal warga berupa rumah panggung di atas laut menjadi pemandangan di Penagi. Penghuninya pun hanya sekitar seratus kepala keluarga saja dengan komposisi etnis Melayu dan Tionghoa menjadi mayoritas yang nyaris seimbang di dalamnya. Semua berdampingan dengan damai. Hal itu ditunjukkan dengan keberadaan Surau Al Mukarramah yang berdampingan dengan Kelenteng Pu Tek Chi.
Meskipun terlihat seperti kampung pesisir, Penagi memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan Kabupaten Natuna, wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Vietnam dan Malaysia.
Pengendara sepeda motor melintasi gerbang masuk Kota Tua Penagi di Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Foto mendiang Tan Sien Ching dan istrinya Gan Ciu Hoei terpasang di altar rumah anak mereka, Yulia Tan (55), salah satu warga di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Sebelum Kabupaten Natuna berdiri pada 1999 dengan Ranai sebagai ibu kotanya, Penagi yang sudah eksis sejak masa kolonial Belanda itu mengalami masa kejayaan sebagai sentra perdagangan. Penagi pula menjadi pintu gerbang di Pulau Bunguran, pulau terbesar di gugusan Kepulauan Natuna.
"Semua orang di Kepulauan Natuna kalau berbelanja segala kebutuhan ya di Penagi ini, setiap sudut ramai dengan orang dan di dermaga silih berganti perahu-perahu motor dari pulau-pulau sekitar bongkar muat barang," putri asli Penagi, Asnah (57) mengenang masa lalu.
Bahkan, kata seorang warga lainnya, Nurhayati (52), Penagi dahulu bak mal di kota besar. "Hampir semua bagian depan rumah di Penagi adalah etalase beragam barang jualan," kata wanita yang berprofesi sebagai penjahit itu.
Surau Al Mukarramah berdampingan dengan Kelenteng Pu Tek Chi di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Warga mengendarai sepeda motor dengan latar belakang Surau Al Mukarramah berdampingan dengan Kelenteng Pu Tek Chi di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Apalagi saat masuk Ramadhan, menjelang Lebaran, dan Tahun Baru Imlek, Penagi semakin ramai dengan banyaknya warga yang berbondong-bondong berbelanja kebutuhan mereka.
Namun, itu adalah cerita masa lalu. Kondisi tersebut berlangsung hingga awal 2000-an. Seiring Ranai terus berkembang sebagai pusat pemerintahan dan niaga, Penagi pun semakin kehilangan pamor. Kini, masyarakat di Pulau Bunguran dan pulau-pulau di sekitarnya beralih ke Ranai yang lebih ramai dan lengkap untuk berniaga.
"Kini hasil toko kami tidak menentu, sehari tanpa pembeli pun sudah akrab dengan kami. Bahkan saking sepinya, banyak barang dagangan sudah kadaluarsa saat belum terjual," kata salah satu pemilik toko berketurunan Tionghoa, Yulia Tan (50).
Gunung Ranai menjadi latar belakang Kota Tua Penagi di Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Bekas tiang pancang dermaga lama yang telah rusak masih berdiri di perairan Kota Tua Penagi di Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Meski sebagian tetangga sudah pindah ke Ranai maupun kota-kota lainnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik, Yulia bersama ratusan warga Penagi lainnya tetap memilih bertahan. Perekonomian Penagi kini bak mati segan hidup pun tak mau. Akan tetapi, warga Penagi yang bertahan optimistis kondisi tersebut akan membaik.
Pemuka agama Islam setempat, Muhammad Taib (66) berharap pemerintah tidak melupakan Kota Tua Penagi dalam program pembangunan Natuna di masa mendatang. Nilai historis yang kental diharapkan bisa menjadi potensi wisata yang dimaksimalkan pemerintah untuk mengembangkan Penagi agar tidak tertinggal dengan daerah lainnya.
“Mengembalikan kejayaan di masa lalu memang sulit, tetapi setidaknya perhatian lebih dari pemerintah untuk kota tua ini bisa membantu warga Penagi untuk membangkitkan perekonomian mereka yang semakin terpuruk ini,†kata Taib.
Pemuka agama Islam setempat, Muhammad Taib (66) berdiri di bekas dermaga lama Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Foto kolase toko-toko yang sudah tak lagi beroperasi di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Foto kolase etalase toko-toko yang masih bertahan di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Warga melintasi lapak sayuran dan minuman di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Nurhayati (52) menjahit baju pesanan pelanggannya di salah satu kios di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Warga membongkar muatan kelapa dari sebuah mobil bak terbuka di Kota Tua Penagi, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Teks dan foto: Aditya Pradana Putra
Editor: Andika Wahyu