“Harmoni….Harmoni mbak… Ayo mbak..kemana teh?....” teriakan seorang wanita diantara suara laki-laki, memanggil calon penumpang yang turun dari stasiun Juanda.<br /><br />Itulah pekerjaan yang sehari-hari Sekhumi (47) lakukan, menunggu pelanggan di Stasiun Juanda, Jakarta setiap harinya. Perempuan dua orang anak tersebut sudah Tujuh tahun melakukan profesinya sebagai jasa pengantar penumpang dengan sepeda motor atau Tukang Ojek.<br /><br />Payu panggilan akrabnya dikalangan tukang ojek di kawasan itu, dan bersama tiga perempuan lainnya, ia menjalani profesi sebagai tukang antar bermotor menyusuri belantara jalanan ibukota, lengkap dengan aksesori khas ojek masker, sarung tangan, jaket tebal dan helm.<br /><br />Menjalani profesi tukang ojek yang selama ini identik dengan dunia lelaki tentu saja akan menemui banyak tantangan, ia harus gesit menewarkan jasanya dengan para lelaki, belum lagi adanya anggapan dan cemoohan dan cibiran atas pekerjaan yang digelutinya, bahkan ada yang menganggap pekerjaan haram bagi perempuan. Untuk itulah Payu hanya mau mengantar khusus kaum perempuan selain untuk menghindari fitnah juga wanita tentu lebih nyaman jika diantar sesame perempuan. <br /><br />Semua itu ia lakukan demi keluarga terutama anak laki-lakinya agar bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik, tak ada yang berbeda dengan wanita lainnya tapi perjuangannya yang pantang menyerah dan tegar serta selalu mendekatkan diri kepada Tuhan patut diteladani.<br /><br />Tentu saja pekerjaan keras itu tidak akan digelutinya sepanjang hidupnya, ia masih punya impian untuk mengubah nasib lebih baik lagi. Untuk itulah ia menyisihkan sebagian pendapatannya untuk disimpan di dalam celengan setiap harinya untuk bekal modal berdagang di kemudian hari. <br /><br />Untuk itu teman sesama pengojek menganggap dialah pahlawan bagi keluarganya yang bekerja dari fajar hingga senja untuk mewujudkan keinginan dalam mengubah hidupnya <br /><br /><br />Text Dan Foto : Muhammad Adimaja<br />