DENTING KOLINTANG MINAHASA YANG MENDUNIA

Adwit B Pramono

Musik adalah bahasa universal. Hampir setiap suku di Indonesia memiliki dan mengembangkan musik tradisional khas daerahnya masing-masing. Mempertahankan nilai-nilai luhur warisan budaya bukanlah hal yang mudah, memperkenalkannya ke seluruh lapisan masyarakat hingga ke seluruh dunia menjadi persoalan lain pula.

Berangkat dari pemikiran itu, Stave Tuwaidan seorang pemuda dengan latar pendidikan Teknik Sipil dan menyenangi kegiatan bermusik, mengembangkan ide untuk membuat alat musik tradisional di Desa Lembean, Airmadidi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sebagai anak yang tumbuh besar di lingkungan musisi Kolintang, ia merasa memiliki kewajiban untuk mewariskan tradisi leluhurnya.

Bersama dua rekannya, Johnson Wengkang dan Romi Rombon, Stave mulai berkreasi membuat alat musik Kolintang sejak 2010 lalu. Berbagai jenis bahan kayu dicoba, beragam desain, ukuran, bahkan hingga berinovasi membuat Kolintang elektrik telah dilakukannya. Kerja kerasnya akhirnya berhasil memenuhi standariasi bentuk, ukuran, rentang nada dan ornamen yang telah disepakati saat pertemuan ÔLokakarya CisaruaÕ yang dihadiri perwakilan musisi Kolintang se-Nusantara tahun 2011 lalu.

Lanskap alam kaki Gunung Klabat dengan beragam pohon yang dapat diolah menjadi kayu berkualitas tinggi.

Pekerja memanggul potongan kayu Cempaka untuk bahan baku pembuatan kolintang.

Untuk memasyarakatkan Kolintang, Stave mendirikan Sanggar Fantastic Primavista di tahun 2012 serta aktif mengajari para siswa baik di sanggar miliknya ataupun di sekolah-sekolah. Selain itu, ia juga mengajar grup musik Kolintang di perkantoran dan TNI. Dia pun kerap mendapatkan pesanan Kolintang dari pelanggan dalam dan luar negeri. Bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Kolitang Minahasa produksinya telah diekspor ke sejumlah negara seperti Rusia, Serbia, Australia dan Jepang.

Keterlibatan Stave secara aktif melatih Kolintang anggota IWABA (Ikatan Wanita Perbankan) membawanya pada kegiatan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Kolintang produksinya lolos tahapan kurasi yang ketat untuk kategori alat musik dan mendapatkan rekomendasi produk Premium.

Melalui kegiatan Gernas BBI, Bank Negara Indonesia (BNI) terlibat aktif memfasilitasi pelaku UMKM binaannya melalui seminar digitalisasi untuk memperluas pemasaran. Pelaku UMKM bisa saling terhubung dengan mitra luar negeri dan memiliki orientasi ekspor, dengan memanfaatkan keunggulan jaringan internasional BNI melalui layanan Xpora BNI agar dapat Go Produktif, Go Digital dan Go Global.

Pekerja melakukan proses pemotongan bilah Kolintang dengan presisi untuk memenuhi standar kualitas tinggi.

Romi Rombon, Stave Tuwaidan dan Johnson Wengkang berfoto di bengkel Kolintang sanggar Fanstastic Primavista di Desa Lembean, Airmadidi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Stave berharap melalui kegiatan Gernas BBI ini, cita-cita besarnya memperkenalkan Kolintang di kancah Internasional dapat tercapai, serta menambahkan Kolintang dalam daftar alat musik Nusantara warisan dunia, bersanding dengan Gamelan dan Angklung yang sebelumnya telah terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO.

Stave Tuwaidan melakukan pengukuran panjang bilah nada Kolintang.

Proses penyelarasan nada pada tiap bilah Kolintang dilakukan dengan teliti untuk memenuhi standar kualitas.

Anggota sanggar merakit Kolintang sebelum latihan di bengkel Kolintang sanggar Fanstastic Primavista di Desa Lembean, Airmadidi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Tongkat pemukul dan bilah Kolintang terbuat dari bahan kayu Cempaka.

Anak-anak berlatih memainkan Kolintang di bengkel Kolintang sanggar Fanstastic Primavista di Desa Lembean, Airmadidi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Sejumlah anggota sanggar berlatih aransemen Kolintang di bengkel Kolintang sanggar Fanstastic Primavista di Desa Lembean, Airmadidi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Penampilan sanggar musik Kolintang Fantastic Primavista di Bandara Sam Ratulangi di Manado, Sulawei Utara.

Sejumlah calon penumpang melihat penampilan grup musik Kolintang Fantastic Primavista di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.

Foto dan teks : Adwit B Pramono

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi