Gong merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari logam yang dalam budaya Jawa tergabung dalam instrument gamelan. Alat musik ini biasanya digunakan sebagai tanda permulaan dan akhiran gending atau lagu serta memberi rasa keseimbangan setelah kalimat gending yang cukup panjang. Namun keberadaannya mulai sulit ditemui karena generasi saat ini lebih memilih menggunakan instrument musik modern.
Meski begitu, para perajin gong di Wirun, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah masih terus memproduksi alat musik tradisional tersebut. Salah satu perajin gong, Supoyo, mengaku membuat gong tak sekadar mata pencaharian tapi juga untuk melestarikan budaya.
Meski dijuluki sebagai sentra industri gong, Wirun hanya memiliki 10 perajin karena lainnya memilih untuk menutup usaha dengan alasan biaya produksi yang mahal. Hal ini lantaran biaya produksi dan gaji pegawai tinggi sedangkan pesanan gong mulai terbatas. Apalagi, gamelan dibanderol dengan harga tinggi, yakni Rp250 juta-Rp350 juta per set yang terdiri atas 26 alat musik tradisional. Selain itu, proses pembuatannya pun cukup lama, yakni lima bulan.
Pekerja memukul dengan palu untuk memberikan tekanan pada bagian-bagian tertentu dari gong sehingga menghasilkan titinada yang berbeda
Pekerja memanaskan pelat timah dan tembaga yang sudah berbentuk gong sehingga cukup lunak untuk dibentuk
Supoyo mengatakan gamelan tersebut biasanya di ekspor ke Malaysia, Jerman, Korea Selatan, Australia, Jepang dan Taiwan sedangkan dalam negeri biasanya ke Bali yang rutin selalu dikirim setiap setengah bulan sekali.
Pembuatan gong pun masih sangat tradisional dan dikerjakan dengan tangan manusia tanpa bantuan alat modern. Pembuatan gong biasanya dikerjakan delapan orang hingga sepuluh orang. Prosesnya cukup lama yang dimulai dengan memasak bahan baku pembuat lempengan dari timah dan tembaga hingga meleleh yang kemudian dituang ke cetakan dan jadilah plat.
Plat tersebut kemudian dipanaskan berulang kali dan ditempa hingga menghasilkan bentuk yang diinginkan. Saat proses pemanasan ini, pekerja harus berjibaku dengan panasnya bara api. Gong yang sudah jadi kemudian diatur nadanya sesuai dengan standar bunyi yang sudah ada. Proses ini yang paling sulit karena tidak semua orang bisa melakukannya karena biasanya berdasarkan insting.
Air minum didalam teko dan gelas yang disiapkan untuk bekal para pekerja pembuat gong
Plat timah yang telah meleleh sebelum diletakkan dalam cetakan
Pekerja mengelas beberapa bagian logam untuk membentuk kontur luar gong
Sejumlah peralatan yang digunakan para pekerja dalam membuat gong
Potret pemilik usaha Gong, Supoyo (kanan bawah) beserta para pekerjanya berpose dengan membawa gong yang telah dihasilkan selama proses produksi
Coretan note nada pada dinding rumah produksi gong digunakan untuk patokan dalam melaraskan gong dan perangkat gamelan lainnya
Coretan note nada pada dinding rumah produksi gong digunakan untuk patokan dalam melaraskan gong dan perangkat gamelan lainnya
Sejumlah pekerja bekerja sama mengangkat lempengan gong yang sudah dibakar
Pekerja menimbang berat timah yang akan digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan gong
Pemilik usaha gong, Supoyo, 64 mengecek harmonisasi nada dari gong yang sudah siap dimainkan bersama dengan instrumen gamelan lainnya
Gong yang sudah mulai terbentuk saat proses pembakaran dalam tungku api
Foto & Teks: Maulana Surya