“Salam Pekat” demikian sesama warga Palangka Raya saling menyapa, hal tersebut sebagai sikap frustrasi mereka terhadap kabut asap yang telah menyelimuti selama dua bulan lebih. Kabut berwarna kuning pekat menyebabkan sinar matahari tidak mampu menembus sehingga sulit membedakan antara pagi, siang dan sore kecuali malam hari.
Kabut asap di Palangka Raya mencapai angka 1.637,326 mikrogram per meter kubik atau jauh di atas ambang batas berbahaya, yaitu 350 mikrogram per meter kubik. Dampak langsung terhadap masyarakat adalah selain terganggunya roda perekonomian, juga menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sedangkan dalam jangka panjang belum diketahui tetapi pasti berdampak.
Guna mengakhiri bencana itu ratusan relawan dikerahkan, garam ditabur melalui udara, kanal digali dan doa dari penjuru tanah air dikumandangkan tetapi misteri kabut asap masih menyelimuti Kalimantan dan Sumatera kemudian disusul sebagian Sulawesi serta Papua. Kabut asap muncul akibat pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan masyarakat maupun korporasi yang seolah mendapat restu dari penguasa daerah.
Petugas melakukan pendataan luas areal perkebunan yang dibakar dan telah ditanami sawit di sekitar Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Sejumlah anak bermain di tepi Sungai Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Sore itu garis polisi masih terpasang di lahan perkebunan milik sebuah perusahan yang baru dibakar dan telah ditanami ratusan sawit muda. Jejak pembakar pun jelas terlihat dengan adanya jeriken beraroma minyak tanah yang diletakkan dekat sejumlah bibit sawit dalam polibek.
Tetapi seolah semua itu tidak ada, pengungkapan kasus pembakar lahan hingga berhektar-hektar hampir tidak pernah tuntas dan kasusnya pun hilang bersama asap.
Hujan lebat yang terjadi beberapa hari membuat kabut asap menipis dan matahari mulai menampakan sinarnya walau masih malu tetapi telah mampu membuat bayang-bayang yang selama ini sirna.
Pengendara motor berusaha menembus kabut asap ketika melintas di daerah Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Garis polisi terpasang di antara pohon sawit yang baru ditanam di areal perkebunan yang dibakar di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah
Masyarakat pun menyambut dengan penuh optimis serta berharap asap pekat yang selama ini mengekang akan berakhir dan ”Salam Pekat” tidak terucap lagi di tahun mendatang.
Sejumlah bibit sawit siap tanam diletakkan pada sisi lahan perkebunan yang telah dibakar di sekitar Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Dua buah jeriken dan sepatu milik pembakar lahan ditinggal sekitar perkebunan yang dibakar di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah
Petugas berupaya meemadamkan api yang masih menyala ketika terjadi kebakaran lahan di daerah Kapuas, Kalimantan Tengah
Personel polisi memegang selang pemadam yang kehabisan air ketika memadamkan lahan di daerah Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Kabut asap menyelimuti ruas jalan di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Pekerja melintasi jembatan usai mengontrol sekat kanal lahan gambut di sekitar Jembatan Nusa, Kalimantan Tengah
Dua patung dayak membawa perlengkapan berburu di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Sebuah baliho bertuliskan sangsi bagi para pembakar lahan dan hutan terpasang di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Seekor Orangutan (Pongo Pygmaeus Wurmbii) jantan bernama Popeye berada di kandangnya di Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation, Nyaru Menteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Foto dan Teks: Saptono