Lima tahun terakhir pemerintah berupaya melakukan akselerasi dalam membangun ekosistem kendaraan listrik untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), kendaraan-kendaraan listrik dari roda empat hingga roda dua mulai banyak berseliweran di jalanan kota-kota besar, termasuk di DKI Jakarta.
Jauh dari hingar bingar pemberitaan media massa, nyatanya ekosistem kendaraan listrik telah terbentuk di sebuah kota terpencil di Pulau Papua. Sejak 2007 sepeda motor listrik telah menjadi moda transportasi utama di Agats, distrik yang menjadi ibu kota Kabupaten Asmat, Papua Selatan. Sebelum sepeda motor listrik hadir, berjalan kaki menjadi pilihan utama mobilisasi warga di wilayah seluas 701,99 kilometer persegi dan berpenduduk 15.841 jiwa itu (data terakhir 2020). Selain itu, sebagian warga setempat juga menggunakan perahu motor karena sebagian besar wilayahnya merupakan rawa dengan banyak sungai.
Tahun 2006 menjadi awal kemunculan kendaraan listrik di Agats setelah seorang warga pendatang asal Sulawesi Selatan, Erna Sabuddin, membawa satu unit sepeda motor listrik. Sepeda motor listrik milik Erna Sabuddin menarik perhatian Bupati Asmat saat itu, Yuvensius Alfonsius Biakai (2005-2015). Yuvensius lalu meminta Erna mendatangkan satu unit lagi ke Agats untuk dijadikan sebagai kendaraan dinas bupati. Bupati Yuvensius menilai sepeda motor listrik cocok dengan Agats yang jalanannya dahulu mayoritas berupa jalan panggung berbahan papan di atas rawa karena bobotnya relatif lebih ringan daripada sepeda motor konvensional berbahan bakar minyak.
Foto udara suasana kawasan Jalan Yos Sudarso yang menjadi jalan utama di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Pengendara sepeda motor listrik melintasi Tugu Tangan Asmat di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Selain cocok dengan kondisi jalan, sepeda motor listrik juga lebih relevan dimiliki warga Agats yang kesulitan mengakses BBM karena daerah tempat tinggal mereka lokasinya terpencil dari kota-kota lain di Papua.
Setelah Bupati Yuvensius, akhirnya masyarakat Agats pun juga ikut menjadikan sepeda motor listrik sebagai moda transportasi utama. Sejumlah merek dari produsen-produsen sepeda motor listrik pun terus memasuki pasaran Agats seiring semakin meningkatnya permintaan dari masyarakat. Bahkan, saat ini pemerintah setempat mencatat jumlah sepeda motor listrik yang beredar di Agats mencapai tidak kurang dari 4.000 unit (data 2022) atau 99 persen kendaraan di Agats merupakan sepeda motor listrik.
Namun berbeda dengan di Jawa atau daerah lainnya di Indonesia, sepeda motor listrik di Agats masih dikategorikan sebagai sepeda sehingga para pemiliknya tidak perlu memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK)Â maupun surat izin mengemudi (SIM). Warga pemilik sepeda motor listrik hanya diharuskan memiliki pelat tanda telah membayar retribusi kepada pemerintah daerah setempat yang diperbarui setahun sekali.
Sejumlah warga mengendarai sepeda motor listrik di Jalan Yos Sudarso, Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Warga mengamati sepeda motor listrik yang dijual di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Tidak hanya membantu mobilisasi warga, keberadaan sepeda motor listrik di Agats juga menjadi berkah bagi sebagian warganya dalam mencari nafkah, dari jual-beli unit sepeda motor listrik, jasa transportasi ojek, hingga bengkel.
Seorang penyedia jasa transportasi ojek, Herman Batmomolin mengatakan dia bersama puluhan orang di Agats menjadikan sepeda motor listrik sebagai alat untuk mengantar penumpang di seputaran pasar dan pelabuhan. Saat waktu normal saya bisa meraih penghasilan kotor Rp600 ribu per hari. Bahkan, kalau ramai penumpang saya bisa mendapatkan Rp750 ribu, kata Herman.Seperti halnya Herman, seorang warga lainnya, Baharudin juga meraup untung dari keberadaan sepeda motor listrik di Agats. Sejak 2015 Baharudin membuka usaha jasa bengkel sepeda motor listrik dengan omzet sekitar Rp2 juta setiap hari.
Sementara itu, Bupati Asmat Elisa Kambu mengatakan saat ini masih belum ada infrastuktur penunjang kendaraan listrik di Asmat, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Masyarakat Agats masih secara mandiri mengisi baterai kendaraan mereka di rumah masing-masing, kata Bupati. Elisa mengatakan pihaknya terus berupaya mempertahankan sepeda motor listrik sebagai moda transportasi utama di Agats. Selain cocok dengan kondisi jalan panggung setempat, keberadaan sepeda motor listrik juga berkontribusi menjaga Agats sebagai daerah bebas polusi udara maupun suara.
Warga pemilik sepeda motor listrik menunjukkan pelat tanda telah membayar retribusi kepada pemerintah daerah setempat yang diperbarui setahun sekali di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Warga pemilik sepeda motor listrik mengisi baterai kendaraan secara mandiri di rumah karena belum ada stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya dan masyarakat Agats, semoga dapat menginsipirasi daerah-daerah lainnya di Indonesia untuk juga dapat membangun ekosistem kendaraan yang lebih ramah lingkungan, kata Bupati Elisa Kambu.
Montir memperbaiki sepeda motor listrik milik warga di Bengkel Ahok milik Baharudin di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Tiga orang warga yang menerima jasa ojek berpose dengan sepeda motor listriknya di Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Foto dan teks : Aditya Pradana Putra
Editor : Puspa Perwitasari