Dayak merupakan salah satu etnis mayoritas yang mendiami kawasan perbatasan Indonesia–Malaysia di Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Sebagian besar dari etnis asli Kalimantan yang bermukim di Entikong merupakan Dayak Bidayuh. Suku ini terbagi menjadi beberapa subsuku yang tersebar di sejumlah wilayah, terutama di sepanjang aliran Sungai Sekayam yang sekaligus merupakan jalur transportasi tradisional mereka.
Masyarakat Dayak Bidayuh yang baya atau sepuh dalam kesehariannya hidup dari hasil tani, ladang, atau bekerja serabutan. Bagi yang mengandalkan hidup dari bertani atau berladang, tak jarang mereka harus menempuh perjalanan panjang melalui belantara dan sungai membawa hasil bumi untuk dijajakan di pasar Entikong.
Sepintas lalu, keberadaan warga Suku Dayak Bidayuh sulit dibedakan dengan etnis-etnis yang mendiami Entikong seperti Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, dan Minang. Kehadiran mereka hanya dapat diketahui melalui peralatan yang digunakan atau ornamen yang menghiasi rumah. Satu-satunya momen untuk melihat mereka dalam ikon budaya seperti yang digambarkan dalam berbagai media elektronik dan advertorial hanya pada saat upacara adat atau gawai. Selebihnya, penampilan dan gaya hidup mereka tidak berbeda dari ‘orang kota’ pada umumnya.
Seorang pria mengenakan tutup kepala tradisional Dayak Bidayuh di Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Tas tradisional Dayak digeletakkan di atas meja di pasar tradisional Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Globalisasi dan gaya hidup kekinian hampir menutup identitas budaya masyarakat Dayak Bidayuh di Entikong. Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, kesadaran dan kebanggaan untuk melestarikan tradisi sepertinya kian terkikis di kalangan generasi muda Entikong.
Mujur kiranya masih ada beberapa figur yang menjadi penjaga budaya Dayak di Entikong. Salah satunya ialah Baneson, 51. Pria baya yang bermukim di Dusun Sontas itu tetap menjaga pusaka budaya miliknya dan giat mencari generasi muda untuk diperkenalkan pada tradisi Dayak. “Salah satu upaya yang saya lakukan ialah membuka sanggar budaya kecil-kecilan bernama Daeng Kumang, dan mengajarkan tarian tradisional Dayak kepada anak-anak setempat,” kata Baneson. Melalui upayanya itulah tradisi Dayak tetap lestari di birai Negeri ini.
Seorang pria menyeberangi Sungai Sekayam di Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Seorang perempuan Dayak berjalan di kawasan Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Berbagai hasil bumi yang diperdagangkan warga Suku Dayak digelar di pasar tradisional Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Dua perempuan Dayak beraktivitas di pasar tradisional Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Salah satu ornamen tradisional Dayak terlukis di dinding bangunan tradisional tempat penyimpanan benda-benda pusaka dan tradisi, Panca, di Dusun Sontas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Sejumlah benda dan atribut tradisional Dayak terpajang pada dinding rumah salah satu warga di Dusun Sontas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Warga memperlihatkan senjata tradisional Dayak, Mandau, di Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Busana dan atribut tradisional Dayak Bidayuh tergantung pada dinding rumah salah seorang warga di Dusun Sontas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Warga keturunan Suku Dayak Bidayuh, Baneson, mengenakan tutup kepala tradisional di Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Seorang anak Suku Dayak Bidayuh bermain di tempat tinggalnya di Dusun Sontas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Warga keturunan Suku Dayak Bidayuh, Baneson, berada di depan lukisan ornamen tradisional Dayak di Dusun Sontas, Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat.
Foto dan Teks: Ismar Patrizki