Pagi itu di area pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sejumlah pemuda dari kelompok UMKM Telihan Recycle terlihat mengumpulkan sampah aluminium pembungkus pipa gas (insulation) yang sudah tidak terpakai dari PT Badak LNG di Bontang, Kalimantan Timur.
Sampah aluminium itu mereka kumpulkan dan dibawa ke bengkel kerja atau workshop untuk didaur ulang menjadi baling-baling perahu (propeller) yaitu kipas penggerak perahu bagi warga Bontang yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan.
Pembentukan kelompok itu sendiri didasari dari kepedulian untuk mengurangi permasalahan lingkungan sekaligus bisa memberikan manfaat yang besar bagi lingkungan sekitar, ujar salah satu pendiri kelompok UMKM Telihan Recycle, M Anomsius.
Pekerja mengambil sampah aluminium pembungkus pipa gas (insulation) yang sudah tak terpakai dari PT Badak di Bontang, Kaltim.
Pekerja menyusun sampah aluminium pembungkus pipa gas (insulation) yang sudah tak terpakai dari PT Badak di Bontang, Kaltim.
Komitmen mereka fokus terhadap pengelolaan sampah, bank sampah, dan pemanfaatan sampah terpadu masyarakat Bontang. Sehingga diharapkan juga dapat mengubah sudut pandang masyarakat dalam menilai sampah yang semula dianggap negatif menjadi suatu hal yang positif.
Inovasi produksi propeller dari aluminum bekas yang dilakukan oleh Telihan Recycle tersebut merupakan yang pertama dan satu-satunya yang ada di Kalimantan Timur. Tak hanya sampah aluminium dari PT Badak LNG saja yang mereka cari, namun juga termasuk sampah panci serta limbah sampah rumah tangga lainnya.
Pada prinsipnya, sampah aluminium itu dilebur terlebih dahulu lalu dicetak menjadi ingot (aluminium batangan). Pencetakan ingot itu bertujuan untuk menjaga tingkat kemurnian aluminium 99 persen dengan menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada sampah logam itu.
Pekerja mengaduk limbah oli bekas sebagai bahan bakar untuk melelehkan sampah aluminium.
Pekerja melelehkan sampah aluminium pembungkus pipa gas (insulation) yang sudah tak terpakai.
Dari satu kilogram ingot bisa untuk memproduksi 4–5 unit baling-baling perahu untuk ukuran mesin 13 PK dengan harga jual Rp15 ribu per buah. Jika dibandingkan, harga produk baling-baling aslinya berkisar ratusan ribu hingga jutaan rupiah per buah.
Sebenarnya mereka mampu memproduksi hingga 500 buah baling-baling per bulan namun dalam pembuatannya tergantung permintaan atau kebutuhan pasar.
Dari bisnis daur ulang tersebut Telihan Recycle sudah mampu mempekerjakan 5 orang pekerja terlatih dengan standar gaji UMR sekitar Rp3 juta per bulan. Sehingga ke depan, mereka menargetkan pemasaran produknya itu dapat diperluas tidak hanya sebatas Kalimantan Timur tapi juga wilayah-wilayah pesisir lainnya di Indonesia.
Pekerja menuangkan aluminium cair untuk dicetak menjadi batangan.
Hasil pencetakan aluminium (kiri) sebagai bahan baku dan hasil akhir berupa baling-baling (kanan).
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini juga sedang gencarnya menyosialisasikan pengelolaan sampah spesifik yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020. Pemanfaatan dan pendauran ulang limbah/sampah terutama B3 tersebut merupakan bagian dari pengurangan sampah yang berujung hanya ke tempat pembuangan akhir dan berjejal.
Foto & Teks : Muhammad Adimaja
Pekerja menghaluskan baling-baling perahu setelah proses pencetakan.
Baling-baling perahu dari hasil daur ulang sampah aluminium yang sudah siap dipasarkan.
Seorang nelayan memasang baling-baling perahu produk dari Telihan Recycle di Pelabuhan Bontang Kuala.
Seorang nelayan bersiap mencoba perahu dengan baling-baling produk dari Telihan Recycle di Pelabuhan Bontang Kuala.
Pekerja menyusun baling-baling perahu hasil daur ulang sampah aluminium.
Editor : Nyoman Budhiana