Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan yang tidak kunjung teratasi di sejumlah daerah di Indonesia. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional mencapai 21,1 juta ton. Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebanyak 65,71 persen atau 13,9 juta ton dapat terkelola, sementara sisanya 34,29 persen atau 7,2 juta ton belum terkelola dengan baik.
Oleh karena itu, Dindin Komarudin (50) seorang warga Tanjung Priok, Jakarta, berupaya ikut berkontribusi dalam pengelolaan sampah di Indonesia melalui Yayasan Kreatif Usaha Mandiri Alami (Kumala). Yayasan yang Dindin dirikan sejak 2008 tersebut bergerak mendaur ulang beberapa jenis limbah, seperti plastik, kertas, dan kayu melalui pemberdayaan eks anak jalanan dan komunitas pemulung.
Pada 2011 jalan Yayasan Kumala dalam mengelola sampah semakin terang setelah Dindin bertemu salah satu pejabat PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di sebuah acara radio. Usai pertemuan tersebut PHE ONWJ sepakat berkolaborasi dengan Yayasan Kumala sebagai mitra binaan dan bertahan hingga 2023.
Dua eks anak jalanan membongkar muatan limbah kardus hasil setoran nasabah bank sampah di kantor Yayasan Kumala di Tanjung Priok, Jakarta.
Dua eks anak jalanan mengangkut botol-botol plastik yang didaur ulang di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Berawal dari memberikan limbah kertas, palet kayu, dan limbah lainnya sebagai material kerajinan daur ulang, kolaborasi diperluas dengan PHE ONWJ secara rutin memesan hasil-hasil kerajinan daur ulang dari Yayasan Kumala. Buah karya karya mantan anak jalanan tersebut dipesan sebagai suvenir PHE ONWJ.
Tak berhenti di situ, kolaborasi antara PHE ONWJ dan Yayasan Kumala pun terus berkembang melalui program bank sampah. Bank Sampah yang Yayasan Kumala jalankan sifatnya fleksibel dalam operasional karena para nasabahnya bebas menyetor sampah tanpa jumlah minimum dan bisa mengambil tabungannya sewaktu-waktu ada keperluan mendesak.
“Mereka juga bisa mengambil sembako di koperasi milik Yayasan Kumala. Nanti saldo di tabungan bank sampahnya akan dipotong,” kata Dindin.
Pendiri Yayasan Kumala Dindin Komarudin berpose di antara tumpukan sampah botol plastik di Tanjung Priok, Jakarta.
Petugas PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) bersama penggiat Bank Sampah Yayasan Kumala menimbang sampah plastik yang disetorkan nasabah melalui layanan Mobil Kreatif Anak Kumala di Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta.
Selain itu, melalui program bank sampah ini Yayasan Kumala dan PHE ONWJ juga memberdayakan komunitas pemulung yang jumlahnya mencapai ratusan orang di Jakarta Utara. Dalam menjalankan operasionalnya, bank sampah Yayasan Kumala melakukan layanan jemput bola dengan Mobil Kreatif Kumala untuk menjangkau nasabah hingga kampung-kampung, seperti Kalibaru, Tanah Merah, Rawa Badak, Swasembada, dan Kebon Bawang.
Setelah beberapa tahun melibatkan para eks anak jalanan sebagai penggerak dalam pengelolaan sampah, Yayasan Kumala dan PHE ONWJ juga menjadikan mereka sebagai trainer tentang daur ulang limbah di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satu yang rutin dilakukan adalah pelatihan kepada kaum difabel di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Pelatihan oleh eks anak jalanan ini merupakan bagian dari program 5R++ dari Yayasan Kumala, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), resale (menjual kembali), dan reshare (membagikan ulang).
Penggiat Bank Sampah Kumala melayani nasabah yang menukarkan tabungannya menjadi sembako di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Petugas PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) memberikan tumpukan kertas bekas kepada eks anak jalanan yang selanjutnya diolah menjadi produk kerajinan daur ulang di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Dindin mendorong para eks anak jalanan untuk tidak sebatas sebagai objek, tetapi juga subyek yang dilibatkan dalam kampanye pengelolaan sampah. “Apa yang dipelajari di Yayasan Kumala ini mereka juga ajarkan kembali ke orang lain,” kata Dindin. Dengan begitu, semangat dalam mengelola limbah secara lebih baik agar menjadi berkah dapat tertularkan ke masyarakat yang lebih luas di Indonesia.
Seorang eks anak jalanan membuat kerajinan daur ulang limbah kertas di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Seorang eks anak jalanan membuat kerajinan daur ulang limbah kertas di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Dua eks anak jalanan membuat kerajinan daur ulang limbah kertas di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Pengunjung mengamati hasil kerajinan daur ulang limbah di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Pengunjung mengamati hasil kerajinan daur ulang limbah di Bank Sampah Yayasan Kumala, Tanjung Priok, Jakarta.
Seorang eks anak jalanan membersihkan hiasan dinding hasil produksinya di kantor Yayasan Kumala di Tanjung Priok, Jakarta.
Sejumlah eks anak jalanan penggiat bank sampah berpose di antara karung sampah di kantor Yayasan Kumala di Tanjung Priok, Jakarta.
Foto dan Teks: Aditya Pradana Putra
Editor: Andika Wahyu