Nuansa merah ditimpali aroma kental dupa & kemenyan menyelimuti seantero halaman galeri Salihara sore itu. Mistis, namun meriah ditimpali gemuruh tambur dan nyaring simbal. Roh- roh leluhur berdatangan untuk menangkal roh jahat pengganggu keharmonisan hidup, para Tatung, menjadi mediumnya.<br />
Tatung dalam bahasa Tionghoa Hakka adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur. Tatung biasanya meramaikan perayaan Cap Go Meh , 15 hari usai Imlek atau Tahun Baru Cina sebagai simbol pengusiran roh jahat dan kesialan. <br />
Dengan dandanan dewa & tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, para Tatung akan mempertontonkan kekebalan tubuh atas senjata tajam, juga menusukan besi menembus pipi tanpa luka. <br />
KEBERSAMAAN - Para Tatung yang akan beraksi berfoto bersama
DUPA - Abu dupa memenuhi tempatnya di meja sembahyang
Budaya Tatung hidup di Singkawang, Kalimantan Barat, dengan latar belakang budaya masyarakat yang plural. Tatung pun tak hanya menjadi milik etnis Cina semata. Pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang, para leluhur Dayak dan Melayu pun turut ambil bagian. Tatung menjadi bukti perwujudan rasa hormat akan sesama dan alam.<br />
Bersama semerbak wangi kincipan, choipan, rujak, kue kantong semar, pengunjung malam itu menjadi saksi akan sebuah negeri yang berjalan maju dengan warna-warni masyarakatnya dalam semangat keragaman hidup. <br />
<br />
DEWI KWAN IM - Seorang Tatung berdandan serupa Dewi Kwan Im
TARIAN - Seorang Tatung mengibaskan asap kemenyan ke dirinya
Saat Dewi Kwan Im menari bersama bulu burung Enggang. <br />
<br />
TEKS & FOTO : FANNY OCTAVIANUS
JAKARTA.
KEKEBALAN - Seorang Tatung beraksi diatas tandu yang dipasangi senjata tajam
PERSIAPAN - Perlengkapan Tatung diselimuti asap kemenyan sebelum pertunjukan
MANDAU - Seorang Tatung menyelipkan mandau (senjata tajam suku Dayak) di pinggangnya