Terasa ada suasana kehangatan dan harapan di wajah mereka ketika pagi itu para wali murid menuntun lembut anak-anaknya penyandang disabilitas untuk bersiap mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta.
Di halaman gedung yayasan yang telah berdiri sejak 1954 itu, kebanyakan siswa terlihat harus dituntun sampai ke ruangan kelas menggunakan kursi roda dan alat bantu berjalan karena mereka adalah penyandang disabilitas tunadaksa sekaligus penyandang kelainan motorik yang salah satunya disebabkan gangguan otak (cerebral palsy).
Meski mereka merupakan para penyandang disabilitas dengan kondisi sedang hingga berat, namun para guru telah dibekali visi agar tidak mengawali niat dedikasi mengajar karena rasa iba atau rasa kasihan, tetapi harus melihat suatu kemampuan yang dapat dikembangkan pada muridnya.
Dua petugas menurunkan siswa disabilitas dari bus sekolah setibanya di halaman sekolah.
Seorang wali murid mencium anaknya saat menempuh pendidikan di SLB YPAC Jakarta.
Menurut Direktur Pelaksana YPAC Agoes Abdoel Rakhman apabila memulainya dengan rasa iba, maka akan cenderung membatasi atau menurunkan standar ke murid yang diampunya itu, sehingga pendidik juga tidak akan melihat harapan atau kemampuan apa yang ternyata bisa dilakukan dan dikembangkan pada murid disabilitas tersebut.
"Perlakukan mereka semua dengan sikap yang sama saja, agar kita tahu murid kita bisa sampai mana dan bisa terus berkembang," katanya.
Hingga saat ini ada sekitar 105 siswa dari jenjang TK, SD, SMP, SMA hingga Unit Karya yang menjalani pendidikan di sana dengan tenaga guru sebanyak 23 orang dan tujuh orang instruktur.
Sejumlah kertas berisi kalimat motivasi terpasang di sebuah papan di dinding sekolah.
Seorang siswa disabilitas berupaya menggambar roti.
Pada tahap awal mereka akan dilatih kemandirian untuk kehidupan sehari-harinya seperti makan, mandi, ganti baju dan hal lainnya. Pendidikan itu juga akan berlanjut ke depannya dengan melihat perkembangan, kondisi dan kemampuan mereka bisa diarahkan ke keahlian apa nantinya.
Dengan visi dan dedikasi tersebut, para siswa disabilitas yang diampu setidaknya mampu berkembang dari segi akademis hingga sikap sosialnya ketika berada di tempat umum. Bahkan beberapa siswa dari Unit Karya bisa menunjukkan kemandirian dari sisi ekonomi yaitu mampu menjual sebanyak 130 lukisan karya mereka saat ajang pameran karya di salah satu galeri seni pada tahun 2023.
Dari sisi perekonomian keluarganya, 80 persen wali murid merupakan keluarga dengan perekonomian menengah ke bawah, namun YPAC tidak pernah menolak kondisi apapun dan membuka pintu pendidikan selebar-lebarnya untuk para disabilitas.
Sejumlah guru mengajar para siswa disabilitas di ruang kelas.
Sejumlah wali murid mendampingi anaknya saat jam istirahat.
Dalam pembiayaan sekolah itu, yayasan menerapkan sistem subsidi yang biayanya berasal dari para donatur dengan melakukan survei dan verifikasi kondisi ekonomi para wali murid yang mengajukan subsidi pembayaran pendidikan tersebut. Dengan demikian semua anak disabilitas bisa mengenyam pendidikan yang setara.
Dua guru membantu siswa disabilitas saat tampil membawakan sebuah lagu.
Seorang guru menari bersama seorang siswa disabilitas.
Seorang guru membantu siswa disabilitas saat membuat karya dari kertas origami.
Sejumlah lukisan karya siswa disabilitas dari Unit Karya dipajang di SLB YPAC Jakarta.
Dua siswa disabilitas bermain di sela waktu istirahat.
Foto dan Teks: Sulthony Hasanuddin
Editor : Nyoman Budhiana