Matahari mulai menampakkan kemegahan cahayanya pagi itu. Kehangatan sinarnya menyingkap selimut kabut yang sejak semalam turun di kawasan sebelah barat lereng gunung Bromo, desa Taji, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Suara decit burung mengiringi langkah kaki Kambang menjejak menuruni lereng menuju kebun kopi di belakang rumahnya. Dibantu keponakannya, Kambang akan memulai panen kopi jenis Arabica.
Ada tiga jenis tanaman kopi yang ditanam di desa Taji yaitu Arabica, Robusta dan Liberica. Ketinggian 1.200 mdpl membuat pohon kopi Arabica tumbuh dengan subur. Begitu juga dengan pohon kopi Robusta. Meski idealnya Robusta ditanam di kawasan dengan ketinggian kurang dari 1.000 mdpl, ternyata pohon kopi jenis ini mampu berbuah lebat dan mempunyai cita rasa yang khas.
Ciri khas kopi desa Taji adalah aroma dan rasa kopinya terasa lebih lembut dan ada sedikit rasa asam jawa. Selain pengaruh ketinggian, unsur hara dalam tanah desa Taji menjadi salah satu faktor yang membuat cita rasa kopi yang ada di desa tersebut unik dan melegenda.
Pemandangan di lereng gunung Bromo di desa Taji, Jabung, Malang, Jawa Timur.
Pengendara motor melintasi jalan menuju desa Taji, Jabung, Malang, Jawa Timur.
Desa Taji sudah dikenal sebagai salah satu kawasan penghasil Java kaffa atau Java Coffee jenis Arabica terbaik dengan cita rasa khas sejak jaman kolonial Belanda. Pada masa itu, desa Taji dijadikan sentra perkebunan kopi. Namun pada tahun 1990 seluruh pohon kopi di desa Taji justru dibabat habis. Hal ini karena warga setempat beramai-ramai beralih menanam sayur.
Beralihnya petani menanam sayur tidak membawa perubahan yang berarti bagi warga setempat. Desa Taji tetap menjadi desa tertinggal. Puncaknya pada tahun tahun 2010 terjadi longsor besar di desa tersebut dan membuat desa itu terisolasi. Kawasan perbukitan yang gundul dituding menjadi penyebabnya.
Kemudian, pada tahun 2011, seorang anggota Babinsa Koramil Jabung Serka Heri Purnomo berupaya meyakinkan dan mendampingi masyarakat untuk melakukan reboisasi dengan tujuan menahan laju air hujan di lereng sehingga tidak terjadi longsor lagi sekaligus menghidupkan kembali legenda Kopi Taji. Gayung pun bersambut, warga memulai reboisasi dengan menanam kembali pohon kopi.
Serka Heri Purnomo (kanan) berdiskusi dengan petani kopi dan mahasiswa peneliti dari Universitas Brawijaya di lahan kopi di desa Taji.
Petani menunjukkan bibit kopi yang disemai dari biji.
Pada tahun-tahun berikutnya reboisasi kopi pun berlanjut. Puluhan ribu bibit pohon kopi didatangkan ke desa Taji dari swadaya masyarakat maupun sumbangan dari Dinas Pertanian setempat. Selain itu sebanyak para petani juga diajak studi banding ke kawasan-kawasan sentra kopi untuk lebih mendalami bidang perkopian. Para petani pun mendapat pengetahuan tentang kopi. Mulai dari pemilihan varietas bibit, penanaman hingga tahap perawatan sampai proses petik atau panen. Bahkan pengetahuan tentang perendaman, pemisaahan kulit dan biji, penjemuran hingga proses disangrai diberikan juga.
Sejak itu kualitas dan produksi kopi di desa Taji meningkat. Pada tahun 2023 produksi kopi di desa Taji mencapai 4,5 ton per tahun dari areal luas lahan lahan kopi mencapai 85 hektare yang tersebar di seluruh desa. Bibit varietas yang ditanam juga beragam. Selain itu petani juga mendirikan kafe yang menjual minuman olahan kopi dalam bentuk green bean maupun roasted bean atau biji kopi yang sudah disangrai. Bahkan dari produksi kopi tersebut sebagian bisa diekspor ke Singapura, Australia dan Malaysia dengan label Kopi Taji dan Kopi Babinsa.
Sementara itu dari lahan kopi yang ada petani memanfaatkannya untuk membuat wisata edukasi kopi melalui tur pembelajaran tentang pembibitan, penanaman hingga pengolahan kopi. Selain itu para petani juga menjalin hubungan dengan Perhutani untuk memanfaatkan hutan sebagai lahan kopi dengan sistem bagi hasil.
Kambang memanen kopi jenis Arabica yang ditanam di lereng gunung Bromo di desa Taji, Jabung, Malang.
Petani memetik kopi jenis Arabica yang berwarna merah atau red ceri.
Tingkat perekonomian di desa Taji kini membaik. Banyaknya kunjungan wisatawan terutama penikmat kopi membawa dampak positif. Infrastruktur juga mengalami perubahan. Jalan-jalan yang ada di desa tersebut dibangun dan dilebarkan untuk mempermudah akses. Beberapa penghargaan juga diraih dari prestasi para pemuda di desa tersebut. Mulai dari cita rasa kopi terbaik, mendapatkan pengakuan sebagai barista unggulan hingga meraih penghargaan sebagai pemuda pelopor tingkat nasional.
Kolase foto portrait petani kopi di desa Taji.
Petani melakukan proses penjemuran kopi hasil panen di atap rumahnya.
Kambang menjemur kopi di bawah terik matahari di halaman rumahnya.
Pramusaji bersiap membuka Kafe Lereng Bromo di desa Taji, Jabung, Malang.
Barista menyeduh kopi pesanan pelanggan di Kafe Lereng Bromo di desa Taji, Jabung, Malang.
Pramuniaga menata produk Kopi Taji dan Kopi Babinsa yang sudah diolah dalam bentuk biji sangrai atau roasted bean.
Pramusaji menghidangkan minuman olahan kopi di Kafe Lereng Bromo.
Foto dan teks : Ari Bowo Sucipto
Editor : Prasetyo Utomo