Ketua Adat Kampung Friwen, Derek Wawiyai menabuh tifa bersama mama-mama yang membawa nampan berisi sesaji.
Sesaji yang tersusun rapi di atas nampan berupa sirih, pinang, uang koin, nasi kuning dan ikan itu dihantarkan menuju gereja untuk didoakan agar keberlangsungan upacara adat Kakes yang menandai peletakan sistem tambat labuh kapal atau Mooring System.
Seusai pemberkatan, mulai diaraklah sesaji dengan berjalan kaki sekitar 500 meter menuju dermaga Kampung Friwen agar proses pemasangan sistem tambat kapal berjalan lancar.
Foto udara suasana dari Pulau Mioskun, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sejumlah sesaji yang didoakan di dalam gereja di pulau Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Sekitar pukul 12.30 waktu setempat, puluhan petugas berhasil meluncurkan dua unit tambat labuh seberat 430 kilogram ke dasar laut di dekat pulau Mioskun pada kedalaman 44 meter dan pulau Friwen pada kedalaman 48 meter dari kapal Landing Craft Transport (LCT) yang merupakan bagian dari tahapan program Raja Ampat Mooring System (RAMS).
Kegiatan peluncuran sistem tambat labuh kapal (Mooring) pertama kali di Indonesia yang diperuntukan bagi kapal dengan ukuran tidak lebih dari 700 gros ton (GT) itu merupakan kolaborasi antara Pemprov Papua Barat Daya, Pemkab Raja Ampat dan Yayasan Konservasi Indonesia guna mencegah kerusakan terumbu karang di kawasan konservasi jantung segitiga karang dunia yang berada di Papua Barat Daya selain Filipina, Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Papua Nugini.
Pemasangan Mooring itu juga berkaca pada kasus kandasnya kapal pesiar Caledonian Sky berukuran 4.280 GT yang menabrak terumbu karang di sekitar Pulau Mansuar di Distrik Misool Selatan, Papua Barat Daya pada 4 Maret 2017.
Ketua Adat Kampung Friwen Derek Wawiyai (tengah) menyiapkan sesaji di pulau Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Ketua Adat Kampung Friwen Derek Wawiyai (kiri) menabuh tifa saat akan melarung sesaji di perairan Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Untuk melindungi 1.700 spesies terumbu karang di kawasan konservasi Raja Ampat seluas 1,9 juta hektare, sedikitnya membutuhkan 107 unit tambat labuh, sehingga kelestarian alam Raja Ampat yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai geopark dunia dapat terjaga.
Surga bawah laut tersebut menjadi daya tarik wisatawan untuk menjelajah 300 spot wisata bawah laut dengan keanekaragaman hayati, seperti 553 spesies karang, 1.661 spesies ikan, empat spesies penyu, 14 spesies mamalia laut, tujuh spesies lumba-lumba, enam spesies paus dan satu spesies duyung.
Petugas Jaga Laut melakukan patroli di sekitar perairan Waisai, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ketua Adat Kampung Friwen Derek Wawiyai melarung sesaji di perairan Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Awak kapal Ocean Rover menyaksikan penambatan tali pada penambat (Mooring) yang telah terpasang di perairan Mioskun, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Pegiat konservasi mengecek kondisi penambat (mooring) yang telah terpasang di perairan Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Petugas meluncurkan sistem tambat labuh (Mooring System) dari kapal Landing Craft Transport (LCT) di perairan Mioskun, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Biota laut yang ada di perairan Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Pegiat konservasi mengamati kondisi terumbu karang di perairan Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya
Foto dan teks : M Risyal Hidayat
Editor : Wahyu Putro A