Deru ombak laut dan hembusan angin mengiringi redupnya sinar senja menjadi penanda para petugas pos pendaratan induk dan penanganan telur penyu untuk segera bergerak. Mereka bersiap menyambut tamu istimewa yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) yang akan singgah pada masa puncak bertelur di pesisir Pantai Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat.
Pada bulan Juni-Juli merupakan waktu awal dimulainya masa bertelur. Kawasan pesisir Pantai Pangumbahan sepanjang 2.300 meter itu menjadi salah satu tempat pendaratan penyu hijau.
Binatang amfibi itu memiliki sistem navigasi yang memungkinkan mempertahankan arah menuju lokasi bertelur dimana pun berada. Penyu, sang penjelajah samudra hingga ribuan kilometer itu akan mengikuti tradisi siklus purba hidupnya, kembali ke pesisir pantai untuk bertelur di tempat dimana ia ditetaskan atau pertama kali mengenal laut.
Jejak pendaratan penyu hijau (Chelonia mydas) sebelum bertelur di Pantai Pangumbahan.
Penyu hijau (Chelonia mydas) melakukan proses bertelur di Pantai Pangumbahan.
Sesampainya di pantai, penyu akan mencari tempat bertelur yang aman dari predator. Penyu akan membuat lubang untuk meletakkan telurnya. Setelah selesai, sang induk kemudian menutup kembali lubang dan meninggalkan telur-telur itu untuk dierami oleh alam.
Guna memastikan tingkat keberhasillan telur menjadi individu baru, petugas konservasi memiliki peran penting dengan memindahkan telur-telur itu ke tempat penetasan yang telah disiapkan.
Penetasan telur penyu melalui dua sistem yaitu dengan alami dan semi alami. Penetasan alami yaitu telur penyu dibiarkan pada sarang asli/alaminya, sekitar sarang dipagari dengan bronjong sampai menetas menjadi tukik.
Petugas menunjukan telur penyu hijau (Chelonia mydas) di lubang penyemaian.
Ruang penyemaian telur penyu hijau (Chelonia mydas) di Konservasi Penyu Pangumbahan.
Sedangkan penetasan dengan sistem semi alami, telur penyu dari sarang asli/alaminya diambil satu demi satu telur penyu oleh petugas dan dimasukkan ke dalam wadah, kemudian dibawa ke tempat penetasan yang telah disediakan.
Penetasan telur penyu untuk menjadi tukik biasanya memerlukan waktu antara 45-60 hari. Setelah telur menetas kemudian tukik dipindahkan suatu ruangan dengan suhu yang sudah disesuaikan. Bayi penyu itu kemudian menjalani aklimatisasi supaya lebih tahan terhadap predator dan kehidupan di laut. Proses aklimatisasi berlangsung selama 12-14 jam, kemudian tukik langsung dilepasliarkan.
Selain menjadi kawasan konservasi penyu, Pantai Pangumbahan juga menjadi kawasan ekowisata berbasis edukasi. Terdapat berbagai fasilitas pendukung antara lain ruang penetasan, ruang karantina, ruang pencerahan, laboratorium dan enam pos pendaratan induk. Selain itu ada juga pelepasliaran tukik atau bayi penyu yang berkesinambungan serta terjadwal.
Bayi penyu hijau (Chelonia mydas) menetas di ruang penetasan di Konservasi Penyu Pangumbahan.
Petugas melakukan pemeriksaan rutin kondisi penyu hijau (Chelonia mydas) di Konservasi Penyu Pangumbahan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan penyu menjadi salah satu biota laut yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Keberadaan kawasan konservasi Pantai Pengumbahan ini merupakan kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam upaya menjaga, mengamankan serta mengawasi kelestarian penyu untuk generasi mendatang.
Wisatawan berjalan di kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan.
Wisatawan melihat penyu hijau di dalam ruang konservasi penyu di Pangumbahan.
Petugas membawa keranjang berisi tukik atau bayi penyu hijau (Chelonia mydas) sebelum dilepasliarkan di Pantai Pangumbahan.
Tukik atau bayi penyu hijau (Chelonia mydas) berjalan menuju pesisir pantai saat dilepasliarkan di pantai Pangumbahan.
Tukik atau bayi penyu hijau (Chelonia mydas) menuju laut lepas usai dilepasliarkan di pantai Pangumbahan.
Foto dan teks : Henry Purba
Editor : Saptono