Oi, akhirnya di sinilah saya, seorang Suni dari Bekasi melangkah menyusuri Qom, kota suci saudara-saudaraku umat Syiah. Berjalan di antara para Waja (ulama) dan Ayatullah dengan jubah mereka yang terkesan intelek dan flamboyan, menyelinap di antara gadis-gadis Parsi yang ber-cadoor hitam bernuansa misteri.
Qom, kota propinsi berpenduduk 860 ribu orang ini terletak di padang Sahara tengah yang berjarak 140 km sebelah utara Teheran ibu kota Iran. Di musim panas, suhu udara bisa mendekati 40 derajat Celsius. Meski begitu, di musim dingin suhu udara bisa anjlok hingga di bawah nol dan sesekali turun salju meskipun tak lebat seperti di Teheran.
Qom yang mendunia sebagai 'Kota Santri", tak kalah populer dengan Al Azhar di Mesir. Ribuan pelajar asing dari negara-negara Islam, termasuk sekitar 240 orang pelajar Indonesia, tengah <i>nyantri</i> di hauzah ilmiyah (madrasah atau pesantren) yang puluhan jumlahnya. Karena Qom merupakan pusat pendidikan Syiah terbesar di dunia, hampir semua tokoh Iran mengenyam pendidikan keagamaan di kota ini hingga tidak heran jika Qom dikatakan sebagai pusat pengkaderan calon pemimpin agama sekaligus pemimpin politik.
Sederet nama-nama besar seperti Imam Khomeini (Pemimpin Revolusi Iran), Ayatullah Ali Khamenei (Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran saat ini), Ayatullah Rafsanjani (mantan Presiden Iran 2 periode), Hujjatul Islam Sayyid Khatami (Presiden Iran sebelum Ahmadi Nejad), Sayyid Hasan Nasrallah (pemimpin Hizbullah Lebanon) dan Ayatollah Murtadha Muthahhari, bahkan Husein Tabatabai, seorang anak yang dalam usia tujuh tahun meraih gelar doktor dengan nilai 93 di Hijaz College Islamic University, terlahir dari pusat pendidikan keagamaan di Qom.
Kota yang juga dijuluki "Kota Sejuta Mullah" ini adalah kota dengan sejarah panjang kekerasan di masa silam. Dari zaman pra-Islam, saat penduduk asli Persia masih menyembah api, Zoroaster), era Khalifah Umar bin Khatab, penyerbuan bangsa Mongol, masa pendudukan Rusia hingga terakhir, di kota inilah tentara Iran pertama kali menyerah kepada milisi Revolusi Islam yang sekaligus mengakhiri rezim Shah Pahlevi.
Pada zaman Shah Iran menjelang revolusi Februari 1979, tentara Iran menyerbu madrasah-madrasah di sekitar makam Hajrat Fatimah Maksumah. Diantaranya adalah Faiziyah, salah satu hauzah ilmiyah paling terkenal yang didirikan pada abad ke-13 Hijriyah. Menurut cerita, tentara Shah melemparkan santri dari menara setinggi delapan meter. Pembantaian santri di Qom menjelang tumbangnya Shah ini membangkitkan perlawanan yang terus berlanjut sampai Raja Shah Pahlevi melarikan diri ke Mesir dan Imam Khomeini memulai babak baru Republik Islam Iran.
Setelah Khomeini berkuasa, Qom-pun masih tak lepas dari cobaan. Saat perang Irak-Iran, puluhan roket Irak menghujani kota Qom karena Presiden Irak Saddam Hussein yakin dari Qom inilah semangat revolusi melawan para tiran dimulai.
Tentang sisi spiritual Qom, Imam Jafar Shodiq, imam ke-6 dalam ajaran Syiah pernah berujar, "Allah SWT mempunyai haram (tempat suci) di kota Mekah, Rasulullah SAW di Madinah, Imam Ali AS di Najaf, sedangkan kita (Ahlulbait) mempunyai haram di kota Qom". Hingga kemudian seorang putri keturunan Rasullullah bernama Hajrat Fatimah Masumah yang merupakan adik perempuan Imam Reza ar-Ridha Imam ke 8 dalam tradisi Syiah, meninggal dunia dan dimakamkan di sini.
Seperti halnya makam sang kakak di kota Ramyshad, setiap hari para peziarah dari berbagai daerah di Iran, bahkan luar Iran, berdoa memohon keberkahan di sini, karena tempat ini juga dianggap sebagai pengganti makam Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah yang tak jelas keberadaannya.
Selain itu, di Qom terdapat masjid yang dipercaya tempat Imam Mahdi akan turun ke bumi kelak. Masjid Imam Zaman, Jamkaran, terletak di pinggiran kota Qum. Masjid ini memiliki nilai mistis lebih tinggi dibanding masjid-masjid lainnya di Iran karena dipercaya didirikan berdasarkan petunjuk langsung dari Imam Mahdi, imam ke-12 atau imam terakhir kaum Syiah yang dipercaya kini sedang gaib dan akan muncul di akhir zaman sebagai juru selamat umat manusia.
Tunai sudah penerbangan 12 jam plus transit 2 jam di Doha, Qattar. Setelah disuguhi wajah-wajah keras petugas imigrasi, porter, pedagang "money changer" (yang sempat membuat saya terkaget-kaget karena Iran punya uang pecahan 500.000-an!), supir taksi, <i>bell boy</i>, dan manajer hotel, ternyata masih ada senyum di Qom.
Foto: Pandu Dewantara
Teks: Pandu Dewantara (dari berbagai sumber)