MENENGOK PROSES BENANG SUTERA SOPPENG

Dewi Fajriani

Budidaya sutera alam dan industri serat sutera merupakan industri tradisional yang sudah dikembangkan sejak tahun 1950-an oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Bahkan telah menjadi kerajinan turun temurun dan menjadi mata pencarian oleh sebagian warga Sulawesi Selatan karena budidaya ulat sutera relatif mudah dan dapat dikerjakan oleh segenap anggota keluarga.

Salah satu daerah yang mengembangkan benang sutera yakni Kecamatan Donri-donri, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Daerah tersebut pernah tercatat sebagi daerah penghasil benang sutera terbesar di Indonesia pada tahun 1960an dan mencapai puncaknya di tahun 1980-an hingga tahun 1990-an dengan produksi mencapai 140 ton benang sutera pertahun oleh sekitar 400 kelompok petani kala itu. Hal tersebut menjadikan Soppeng pernah di kunjungi Presiden Soeharto dua kali di tahun 1972 untuk meresmikan Stasiun Persuteraan Alam yang sekarang menjadi Pusat Sutera Alam Ta'juncu yang dikelola oleh Perum Perhutani.

Namun di pertengahan tahun 1995 merupakan awal kemunduran produksi sutera Soppeng, berbagai faktor yang mempengaruhi, iklim yang tidak menentu mempengaruhi keberhasilan perkembangbiakan ulat sutera, serta melambungnya harga kakao Rp25.000 dari Rp7.000 perkilogram membuat para petani beramai-ramai membabat lahan tanaman murbei mereka yang merupakan makanan utama ulat kemudian digantikan dengan tanaman kakao.

Bombyx mori atau ulat sutera yang siap membentuk kokon akan kehilangan nafsu makan sambil terus mengangkat kepalanya mencari tempat bergelantungan.

Ibu Manji memilih ulat sutera yang telah siap membentuk kokon atau kepompong di Ta'juncu, Donri-donri, Soppeng, Sulawesi Selatan.

Dengan menggunakan peralatan sederhana dan masih tradisional serta tidak banyak pengetahuan tambahan, sekarang ini tersisa tidak lebih 10 kelompok petani sutera binaan Perum Perhutani dengan produksi kurang lebih 100 kilogram benang per bulan.

Untuk memproduksi benang sutera dibutuhkan waktu 28 hari mulai dari proses pembibit telur ulat sutera hingga pemintalan benang. Sebagian besar perajin memasok bibit telur dari Pusat Sutera Alam Ta'juncu. Setelah telur menetetas selanjutnya akan ditaruh ditempat penangkaran dan diberi makan daun murbei. Saat ulat menjadi kepompong (kokon) sekitar tujuh hari, kepompong tersebut selanjutnya direbus hingga 3-4 menit kemudian dilakukan pemintalan saat kepompong masih hangat. Dibutuhkan keterampilan dan keahlian khusus dalam proses pemintalan benang sutera tersebut.

Hasil benang sutera akan dipasok ke luar daerah yakni Sengkang, Kabupaten Wajo, Polman Sulawesi Barat, untuk selanjutnya ditenun menjadi kain sutera dan kebanyakan dijadikan pakaian dan sarung Lipa Sabbe (Sarung Sutera).

Ibu Manji dibantu cucunya memindahkan ulat sutera yang telah siap membentuk kokon atau kepompong ke wadah bambu bersusun sederhana.

Satu buah kokon atau kepompong sutera yang bulat utuh dapat menghasilkan untaian serat sepanjang 300 hingga 900 meter.

Budidaya sutera alam dan pemintalan benang sutera tersebut menjadi salah satu objek wisata di Soppeng. Bahkan tidak sedikit wisatawan mancanegara datang ke Soppeng khusus untuk melihat proses penangkaran ulat sutera hingga pemintalan benang. Salah satu menjadi menjadi daya tarik adalah alat yang digunakan masih tradisional yakni terbuat dari kayu dan bambu.

Para perajin benang sutera berharap adanya perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan produksi benang sutera yang merupakan bahan baku kain sutera tersebut. Karena keterbatasan teknologi, regulasi yang tidak jelas pemasarannya, minimnya lahan tanaman murbei yang merupakan pakan ulat sutera dan berkurangnya minat generasi muda untuk menggeluti industri tersebut menjadi kendala keberlangsungan benang sutera Soppeng saat ini.

Ruang kerja sederhana untuk memintal benang milik ibu Hasnaini yang berada di rumahnya, di Desa Pising, Donri-donri, Soppeng, Sulawesi Selatan.

Agar serat benang mudah dipintal, kokon direbus terlebih dahulu beberapa saat.

Ibu Hasnaini melakukan proses Reeling (memintal) kokon menggunakan alat pintal sederhana di rumahnya, di Desa Pising, Donri-donri, Soppeng, Sulawesi Selatan.

Proses Reeling (memintal) kokon dengan alat sederhana ini haruslah menggunakan air panas agar benang dapat dipintal.

Proses Reeling (memintal) kokon dengan alat sederhana ini haruslah menggunakan air panas agar benang dapat dipintal.

Ibu Hasnaini melakukan proses Reeling (memintal) kokon menggunakan alat pintal sederhana di rumahnya, di Desa Pising, Donri-donri, Soppeng, Sulawesi Selatan.

Hasil benang sutera yang telah dipintal dan disortir dijual seharga Rp600 ribu per kilogramnya.

Ibu Hasnaini menyortir benang sutera yang baru saja dipintalnya agar mudah dikemas sebelum didistribusikan.

Foto dan Teks: Dewi Fajriani

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi