SEABAD GEDUNG MONUMEN PERS NASIONAL

Maulana Surya

Monumen Pers Nasional di Kota Solo semula adalah gedung Societiet Sasana Soeka milik kerabat Mangkunegaran, yang dibangun atas prakarsa KGPAA Sri Mangunegoro VII pada tahun 1918. Sebelum masa kemerdekaan di tahun 1933, R.M. Ir. Sarsito Mangunkusumo pernah memimpin rapat di gedung yang dulu difungsikan sebagai balai pertemuan kerabat Mangkunegaran. Kemudian, rapat itu melahirkan stasiun radio pertama kaum pribumi dengan semangat kebangsaan yang bernama Solosche Vereeniging (SRV).

Bahkan, organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pun berhasil dibentuk dan lahir di gedung tersebut pada 9 Februari 1946. Selanjutnya, tanggal tersebut diperingati sebagai hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia sekaligus Hari Pers Nasional. Sedangkan, nama Monumen Pers Nasional dipakai untuk menggantikan Societiet Sasana Soeka secara resmi ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Presiden Soeharto pada 9 Februari 1978. Kini, Monumen Pers Nasional adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Begitu banyak peristiwa sejarah yang terukir dari Monumen ini. Dalam sebuah seminar nasional bertajuk Seabad Gedung Societeit Mangkunegaran, Tonggak Perjuangan Pers Merajut Kebhinekaan dan Menegakkan Pancasila, Taufiq Razen, budayawan nasional yang menjadi pembicara, menyebut bahwa Gedung Monumen Pers Nasional itu bukan sekedar urusan media.

Pengedara melintas di depan Gedung Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Warga membaca koran yang dipajang di Papan Baca Monumen Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah.

?Ini bukan hanya sebuah bangunan yang menyimpan benda-benda sangat berharga. Tetapi gedung ini juga menjadi simbol tentang gagasan-gagasan keindonesiaan, kebhinekaan, gagasan tentang kebudayaan manusia Indonesia serta spirit nasionalisme. Dan gerakan-gerakan nasionalisme itu banyak dimulai dari Solo,? kata Taufiq Razen.

Monumen Pers Nasional bahkan terbuka untuk masyarakat umum yang ingin memperoleh informasi tentang sejarah dan perkembangan media massa di Indonesia. Berbagai arsip dan koleksinya mulai dilakukan alih digital oleh para pegawai bagian konservasi preservasi. Hal ini sebagai upaya penyelamatan sekaligus mempermudah pengunjung mengakses arsip media digital karena tidak terkendala fisik arsip-arsip kuno yang sudah rapuh.

Diorama sejarah pers nasional yang dipamerkan di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Pegawai bagian konservasi preservasi melakukan alih media digital koleksi surat kabar di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Pegawai membersihkan patung tokoh-tokoh pers Indonesia di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Pegawai bagian konservasi preservasi membersihkan koleksi surat kabar saat proses digitalisasi di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Pengunjung mengakses informasi lewat media digital dari arsip dan koleksi Monumen Pers Nasional Solo,Jawa Tengah.

Siswa mengamati diorama sejarah pers nasional saat mengunjungi Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Siswa membaca koran secara bersama saat kunjungan di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Pegawai bagian konservasi preservasi menunjukkan koleksi surat kabar di Monumen Pers Nasional Solo,Jawa Tengah.

Siswa mengamati koleksi surat kabar Angkatan Bersendjata yang dipamerkan di Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Perlengkapan kerja wartawan Harian Bernas, Almarhum Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin koleksi Monumen Pers Nasional Solo, Jawa Tengah.

Foto dan Teks : Maulana Surya

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi