Di tengah gemuruh mesin pabrik yang kian modern, ternyata masih ada produsen yang bertahan untuk berproduksi dengan peralatan tradisional. Salah satunya pembuat mie Lethek di desa Nengahan, Bantul, Yogyakarta. Alat penggiling adonan mie-nya pun masih berupa batu berbentuk silinder seberat satu ton yang ditarik menggunakan tenaga sapi, dan oven berbahan bakar kayu.<br />
<br />
Lethek dalam bahasa Jawa yang berarti kusam, karena tampilan mie ini saat sudah siap dikonsumsi berwarna kusam, meski demikian mie yang terbuat dari bahan tepung tapioka itu dijamin tidak ada campuran bahan pengawet sedikitpun. <br />
YOGYAKARTA.
YOGYAKARTA.
<br />
Pabrik mie ini sudah berdiri sejak tahun 1940-an saat ini sudah memasuki generasi kedua, sempat terhenti karena tidak ada generasi penerusnya pada awal tahun 2000-an usaha mie lethek dilanjutkan kembali.<br />
<br />
Upaya bertahan ditengah gempuran produksi mie pabrikan modern tidak mudah, dari tujuh pabrik yang ada di desa itu kini hanya tinggal dua, penyebabnya karena kalah bersaing dan juga tidak ada generasi yang melanjutkan.<br />
<br />
Entah sampai kapan mereka akan bertahan, namun sebagai salah satu kekayaan kuliner sudah selayaknya ada upaya cerdas untuk mempertahankan keberadaannya. <br />
<br />
Foto & Teks : Noveradika