MERAWAT TRADISI DI KAMPUNG NAGA

Adeng Bustomi

Kampung Adat Naga dikenal?sebagai dataran tinggi yang subur. Terletak di ketinggian 1200 mdpl, di pinggiran Sungai Ciwulan, 25 kilometer dari Kota Garut atau 30 kilometer dari Kota Tasikmalaya. Masyarakat di daerah tersebut menjadi salah satu kampung adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka. Salah satunya adalah tradisi panen padi.

Teriknya sang surya tak menyurutkan semangat warga kampung adat Naga untuk bergegas ke sawah. Berbekal? batu, ani-ani, dan alat pemanen padi lainnya, para wanita berbalut kain samping lengkap dengan penutup kepalanya, berduyun-duyun memadati hektaran sawah? dengan padi yang telah menguning. Sebelum panen raya dimulai, ada tradisi yang tak boleh dilewatkan oleh petani Kampung Naga.?Para petani tersebut melakukan ritus ngukusan atau pembacaan doa sebelum memanen padi.

Pembacaan doa tersebut hanya boleh dipimpin oleh petani laki-laki. Sementara para perempuan menunggu di samping? sawah, mengikuti proses pembacaan doa oleh perwakilan warga yang dituakan. Sebelum melakukan upacara pembukaan, para petani terlebih dahulu meletakkan empat dedaunan di beberapa titik sawah yang siap panen. Empat daun tersebut yakni daun pucuk kawung, daun darandan, daun pacing, gadog, dan seeur. Daun - dauin itu diletakkan di beberapa titik seperti di setiap pojok sawah, atau di area tengah. Selain itu, petani juga harus membawa ampas dan sapu padi yang diletakkan di juru pupuhunan.

Suasana Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Suasana Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kemudian, padi yang sudah dipanen tidak langsung ditumbuk. Padi tersebut kemudian dikumpulkan di ruang terbuka, kemudian para petani melakukan upacara ngaleseuhan? yakni upacara pembacaan doa? sebagai bentuk ucapan syukur kepada sang pencipta sebelum padi dinikmati oleh masyarakat.

Ketua Kepemanduan Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Ucu Suherlan mengungkapkan, masyarakat melakukan panen raya dua kali dalam setahun.? Biasanya, waktu tanam padi menggunakan sistem Januari-Juli. Terdapat sekitar lima hektare area persawahan di Naga. Rata-rata produksi padi mencapai lima kilogram per bata (14 meter). Sementara, per kepala keluarga biasanya memiliki 30 bata.

Segala tradisi panen yang dilakukan para petani Kampung adat Naga merupakan bentuk ungkapan syukur kepada sang pencipta. Bagi masyarakat?Kampung Naga, padi diibaratkan sebagai perempuan. Seperti halnya? perempuan hamil, sejak saat padi ditanam hingga? waktu panen,? ritual doa menjadi? tradisi yang wajib dilakukan agar hasil panen dapat melimpah.

Dua warga adat kesepuhan Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Lampu petromak yang digunakan warga Kampung Naga untuk menerangi rumahnya di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Warga memotong kayu bakar untuk persedian bahan bakar memasak di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Warga menanam benih padi di lahan Kampung Naga, Kabupetan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Warga merontokan padi saat panen raya di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sejumlah warga memanen padi di Kampung Naga, Kabupetan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Batu yang dipakai warga untuk merontokan padi saat panen raya di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Warga memanen padi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Warga menjemur padi hasil panen raya di halaman rumahnya di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Seekor ayam yang sedang bertelur di salah satu rumah di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Foto Dan Teks : Adeng Bustomi

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi