SIRAMAN ASA UNTUK PULAU SABU

Matahari bersinar melimpah ruah di sebuah pulau kecil dan terpencil di Nusa Tenggara Timur. Sepanjang mata memandang tidak ada hamparan pohon hijau, melainkan hanya ada tanah yang gersang dan pohon lontar. Pulau Sabu adalah pulau terluar di bagian selatan Indonesia yang terletak di antara Pulau Sumba dan Pulau Rote. Di pulau yang dikenal juga dengan sebutan Sawu, intensitas hujan sangat rendah. Apalagi saat itu sedang musim kemarau. Aroma tandus sangat terasa. Octavianus Alexander Rajariwu tetap mengendalikan mesin traktor capung berwarna merah di atas lahannya di Desa Raekore. Teriknya sinar matahari yang menyengat dan keringat yang bercucuran tidak menghentikan pria yang akrab disapa Alex itu. Alex justru gembira karena mesin berwarna merah itu bisa digunakan di atas lahan tanaman bawangnya. Sebelumnya mesin itu tidak bisa benar-benar berfungsi maksimal. Para petani bawang di desanya harus berpikir dua kali untuk membajak sawah. Selain harga BBM mahal, untuk mendapatkannya penuh perjuangan dengan jarak tempuh hingga 6 kilometer. "Dulu kami usaha bawang sangat sulit. Air kering, ambil air sangat jauh, pundak bisa sampai luka karena (drum airnya) kami pikul. Cari bensin untuk traktor pun setengah mati," tutur Alex. Harga BBM di pulau tersebut bisa mencapai kisaran Rp 100.000 per liter. Selain mahal, warga pun dijatah 1,5 liter seukuran botol air mineral. Mahal, dijatah, dan mendapatkannya pun masih butuh perjuangan. "Kami tempuh dulu perjalanan bisa 5-6 kilometer," katanya. Bensin yang berhasil Alex beli pun ternyata belum menggerakkan mesin traktor secara maksimal. Traktor seharusnya diisi BBM penuh sekitar 3,5 liter membajak lahan. Mereka juga butuh BBM untuk mesin penyiram lahan. Tak heran kalau hasil panen bawang mereka saat itu hanya 400-500 kilogram karena area tanamnya berkisar pada satu atau dua are saja. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kompak dan Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) dibangun di Pulau Sabu, mengubah asa masyarakat Pulau Sabu. Program BBM Satu Harga yang dijalankan Pertamina ini, memberikan angin segar bagi para petani bawang di desa tersebut. Harga BBM yang tadinya Rp 100.000 kini turun drastis menjadi Rp 6.450 (Premium) dan Rp 5.150 (Solar). BBM Satu Harga memang untuk rakyat, harganya pun sangat merakyat. Kini, para petani di Sabu pun, bisa menanam bawang hingga berhektar-hektar di atas lahan mereka. BBM Satu Harga menjadi jembatan kesejahteraan bagi petani bawang. "Sekarang hasil panen kami bisa sampai 3-4 ton," ujar Alex.

Untuk membawa pasokan BBM ke Pulau Sabu, bukan pekerjaan mudah. Harus menerjang lautan sekitar 20 jam, bahkan bisa 30 jam jika cuaca sedang tidak bersahabat. Dari Terminal BBM di Kupang, BBM dialirkan ke tangki kemudian baru dibawa ke dermaga untuk diisi ke kapal tongkang. Selanjutnya, kapal siap membawa BBM menyeberangi Laut Sabu (Savu Sea) menuju Sabu. BBM Satu Harga pun, mengalir menuju para petani bawang serta usaha kecil lainnya di Pulau Sabu. Sebuah perjuangan untuk keadilan energi, inilah BBM Satu Harga persembahan Pertamina untuk Indonesia tercinta.

Foto : Puspa Perwitasari

Petugas TBBM Tenau melakukan proses penyaluran BBM di Pelabuhan Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Petugas TBBM Tenau melakukan proses penyaluran BBM di Pelabuhan Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Teks : Monalisa

Mobil tanki BBM menunggu kedatangan kapal tanker di Pelabuhan Sabu, Nusa Tenggara Timur.

Octovianus Alexander Rajariwu (kiri) melayani pembelian bahan bakar minyak (BBM) kepada warga di Desa Raekore, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Dua orang anak ikut antre bahan bakar minyak (BBM) di Desa Raekore, Nusa Tenggara Timur.

Warga membeli bahan bakar minyak di Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur.

Tiga orang anak mengangkut air dari embung di Desa Raekore, Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur

Paulina Rihi Raja menunjukkan bahan bakar minyak yang dibelinya di Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Paulina yang berprofesi sebagai penjual makanan harus menempuh jarak 10 kilometer berjalan kaki untuk mendapatkan BBM.

Yunus, petani bawang merah di Desa Raekore, Pulau Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Petani memilah bibit bawang merah di Desa Raekore, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Yunus menyimpan bibit bawang di langit-langit rumah miliknya, Desa Raekore, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Keluarga Octovianus Alexander Rajariwu makan malam bersama di lumbung sekaligus dapur rumahnya di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur.

Seorang petani bawang mengangkut hasil panen di Desa Raekore, Pulau Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Sejumlah siswa menyusuri jalan desa sepulang sekolah di Desa Raekore, Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi