PERJUANGAN RELAWAN DEMOKRASI DIFABEL

Syaiful Arif

"Saya ingin memberikan pencerahan kepada teman-teman disabilitas terkait Pemilu. Itu yang jadi alasan saya mau terjun sebagai relawan demokrasi."

Hal itulah yang membuat Sulistiyono (45), penyandang disabilitas tuna daksa asal Jombang Jawa Timur, bersemangat menjadi relawan demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Pria yang akrab disapa Sulis ini merupakan salah satu dari 55 relawan demokrasi yang direkrut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jombang pada Januari 2019. Bapak 2 anak ini menjadi relawan demokrasi pada segmen disabilitas, bersama 4 orang lainnya.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono berangkat melakukan sosialisasi tata cara pencoblosan Pemilu serentak 2019 kepada pemilih berkebutuhan khusus di Jombang, Jawa Timur.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono saat mengajar di SMPLB Muhammadiyah Jombang, Jawa Timur.

Tugas Sulis, menjadi relawan pemilu 2019 kepanjangan tangan KPU kali ini tidaklah mudah seperti yang dibayangkan banyak orang. Dirinya mempunyai 'kewajiban' mensosialisasikan tahapan pemilu pada kelompok disabilitas, juga diharapkan bisa meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 pada segmen disabilitas.

"Tugas utama untuk meningkatkan angka partisipasi penyandang disabilitas pada Pemilu 2019 kali ini. Penyaluran hak pilih semaksimal mungkin, baik penyandang disabilitas maupun keluarganya," kata Sulis.

Suami dari Eni Liliyanti (46) ini menuturkan, selain menekan angka golput, tugas penting dari para relawan demokrasi berikutnya adalah mengurangi kesalahan para penyandang disabilitas dalam menggunakan hak suara. "Itu untuk menekan angka golput pada Pemilu 2019 ini," tuturnya.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kiri) berbicara dengan sesama guru SLB di SMPLB Muhammadiyah Jombang, Jawa Timur.

Tongkat kruk dan seragam relawan demokrasi milik penyandang disabilitas Moch Sulistiyono.

Sulis menyandang disabilitas tuna daksa pada bagian kaki sebelah kanan sejak kecil. Untuk berjalan, dia menggunakan bantuan sepasang kruk. Sementara untuk bepergian jarak jauh, ia menaiki motor yang sudah dimodifikasi sesuai kebutuhannya.

Setelah mengajar di SMP Luar Biasa Muhammadiyah Jombang, Sulis melakukan gerilya dari desa ke desa, hingga ke rumah penyandang disabilitas yang ada di wilayah Kota Santri. "Sasarannya disabilitas yang tidak bisa kemana-mana, atau yang belum mendapatkan sosialisasi dari KPU," kata Sulis.

Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019, jumlah pemilih dari kalangan disabilitas di Kabupaten Jombang tercatat sebanyak 2.509 pemilih. Mereka tersebar hampir merata di seluruh Kecamatan. Menurut Suliyono, sebaran pemilih dari kalangan disabilitas yang cukup merata di beberapa wilayah menjadi tantangan tersendiri.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono sebelum berangkat melakukan sosialisasi tata cara pencoblosan Pemilu serentak 2019 kepada pemilih berkebutuhan khusus di Jombang, Jawa Timur.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kanan) berpamitan kepada istrinya Eni Liliyanti saat akan berangkat melakukan sosialisasi tata cara pencoblosan Pemilu serentak 2019 kepada pemilih berkebutuhan khusus di Jombang, Jawa Timur.

Berbekal daftar nama pemilih disabilitas dari KPU Jombang dan seragam relawan demokrasi, Sulis, pada Sabtu (6/4/2019) berangkat mendatangi rumah salah satu pemilih disabilitas yang tinggal di Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Jombang.

Untuk menemukan rumah yang dituju, Sulis harus bertanya kepada warga yang ditemuinya di sepanjang perjalanan. Setelah beberapa kali bertanya, dia pun berhasil menemukan rumah yang dicarinya. Namun, pemilih disabilitas yang ada di daftar dari KPU tidak ada di rumah. "Ini rumahnya mbak Siti. Tapi orangnya tidak ada di rumah, kerja di Lamongan," imbuh Sulis.

Aktivitas Sulis di Desa Glagahan, Kecamatan Perak, dilanjutkan dengan menemui pemilih lainnya dari kalangan disabilitas bernama Trisnanto (38), penyandang disabilitas tuna daksa, tetangga Siti. Sulis menyampaikan informasi seputar Pemilu pada Trisnanto dan menjelaskan secara teknis bagaimana cara mencoblos surat suara.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kiri) bercengkrama dengan sesama relawan di Jombang, Jawa Timur.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kanan) bertanya kepad warga alamt rumah pemilih berkebutuhan khusus di Jombang, Jawa Timur.

Sebelum berpisah, Sulis tak lupa menanyakan kesediaan Trisnanto untuk ikut hadir ke TPS dan menyalurkan hak pilihnya. "Budal nyoblos lho yo (berangkat ikut coblosan lho ya), ojo golput (jangan golput)," ujar Sulis kepada Trisnanto.

Sebagai relawan demokrasi pada segmen disabilitas, Sulis bersama teman-temannya sesama relawan menggunakan dua metode pendekatan. Kedua cara tersebut dilaksanakan sesuai kondisi disabilitas.

Cara pertama, dia mengumpulkan beberapa pemilih disabilitas untuk mengikuti sosialisasi dan pendidikan pemilih secara bersama. Sedangkan cara kedua, yakni dikunjungi ke rumah masing-masing.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kanan) melakukan sosialisasi tata cara pencoblosan Pemilu serentak 2019 kepada pemilih berkebutuhan khusus di Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Jombang, Jawa Timur.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kanan) beristirahat usai mencari rumah pemilih berkebutuhan khusus di Jombang, Jawa Timur.

Dari kedua pendekatan itu, Sulis mengaku lebih sering melakukan gerilya ke rumah-rumah pemilih disabilitas. Rumah yang dikunjungi tak hanya di wilayah perkotaan, tetapi juga yang ada di pelosok pedesaan.

Meski waktu Sulistiyono untuk bercengkerama dengan keluarganya menjadi berkurang, setelah menjadi relawan demokrasi. Namun, Sulis mendapat dukungan dari istrinya, serta kedua anaknya.

"Ga apa-apa, karena saya menganggap menjadi relawan demokrasi merupakan tugas negara. Mungkin dengan cara ini kami bisa memberikan sumbangsih kepada negara," tutur Eni yang juga penyandang disabilitas tuna daksa pada kedua kakinya sejak balita.

Relawan demokrasi penyandang disabilitas, Moch Sulistiyono (kanan) dan istrinya Eni Liliyanti.

Foto dan teks : Syaiful Arif

Editor : Fanny Octavianus

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi