GARAM LANGKA DARI GROBOGAN

Yusuf Nugroho

Bertani garam biasanya dilakukan di kawasan pesisir, namun tidak bagi warga di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Warga di daerah ini justru mampu memproduksi garam dari ladang yang letaknya jauh dari laut. Produksi garam di desa Jono cukup unik dan langka karena bahan bakunya berasal dari air yang didapat dari sumur, bukan dari laut. Sumur tersebut memiliki sumber air asin, tidak pernah kering meskipun musim kemarau serta mempunyai rasa yang lebih gurih bila dibandingkan dengan garam laut.

Proses pembuatan garam dimulai dengan menimba air dari sumur sedalam 25 meter, kemudian disalurkan melalui pipa-pipa yang terhubung dengan penampungan. Dari penampungan tersebut para petani memindahkan air ke bilahan bambu atau warga menyebutnya ÒklakahÓ. Bilahan bambu yang sudah berisi air itu dijemur di bawah terik matahari hingga mengkristal berbentuk garam yang siap dipanen. Proses pembentukan garam tersebut membutuhkan waktu 10 hari saat cuaca panas dan 15 hari saat cuaca mendung.

Menurut warga, area tambak garam Jono dengan luas sekitar tiga hektare itu sudah ada sejak jaman kolonial Belanda. Pada tahun 1970-an, jumlah petani garam Jono mencapai ratusan dan saat ini hanya tersisa puluhan. Warga terpaksa meninggalkan profesi tersebut karena hasil yang didapatkan dari petani garam tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak diantara mereka yang lebih memilih mencari pekerjaan lain, akibatnya tidak ada regenerasi.

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani menimba air yang mengandung garam untuk disalurkan ke panampungan di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Selain menjadi tempat produksi garam, desa Jono juga banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Mereka penasaran untuk sekedar melihat proses pembuatan garam langka ini serta menjadi objek penelitian sejumlah mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Solo dan Yogyakarta.

Saat ini hanya tersisa enam sumur dan kondisinya mengalami pendangkalan dan penyempitan. Kekhawatiran lain dari petani garam adalah ambrolnya sumur-sumur itu. Mereka berharap pemerintah memperhatikan keberadaan tambak garam yang unik dan langka itu agar produksi garam Jono tetap berjalan dan regenerasi tidak putus.

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani menyalurkan air yang mengandung garam melalui pipa di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani menyalurkan air yang mengandung garam dari sumur ke penampungan di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani memanen garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani memanen garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani memanen garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Petani menunjukkan garam saat panen di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Kasdi (75) yang sudah 55 tahun menjadi petani garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah.

Foto dan Teks : Yusuf Nugroho

Editor : Prasetyo Utomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi