MENGHOYAK TABUIK DI PARIAMAN

Iggoy el Fitra<br />

Pesta Budaya Tabuik yang berlangsung dari 1 hingga 10 Muharram, telah menjadi ikon budaya bagi masyarakat kota Pariaman, Sumbar. Pesta Tabuik perayaan masyarakat setempat dalam rangka memperingati hari Asyura tanggal 10 Muharram, yang dinisbahkan dengan gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.<br />

Tabuik, berupa menara bambu dan berhias dengan replika "Buraq" itu kini berkembang menjadi tradisi pesta budaya tahunan yang mengundang puluhan ribu pengunjung setiap tahun, yang ditandai dengan mengarak, menghoyak dan melarung tabuik atau keranda dan simbol-simbol tragedi ke laut.<br />

Proses diawali dengan "Maambiak Tanah" dilanjutkan dengan "Manabang Batang Pisang". Kemudian "Maarak panja" (jari-jari), artinya mengarak jari-jari yang diletakkan pada alat yang bernama panja. Mengarak jari-jari merupakan kegiatan membawa tiruan jari-jari Imam Husein yang tercincang pada perang Karbala. Selanjutnya, "Maarak saroban", melambangkan kebesaran dan penghormatan terhadap seorang pemimpin.<br />

PARIAMAN.

PARIAMAN.

Puncaknya pada 11 Muharram tepat 25 November di mana dua tabuik itu dihoyak-hoyak (diarak sambil digoyang) dan diadu yang menggambarkan peperangan Karbala diiringi tetabuhan gendang tambur dan tasa yang semangatnya ikut merasuki seluruh pengunjung hingga jatuhnya dua tabuik di pantai disaksikan puluhan ribu warga.<br />

Keramaian Pesta budaya Tabuik itu tentu saja membawa berkah tersendiri bagi masyarakat kota Pariaman, paling tidak sambil melestarikan budaya setempat, juga mampu mendatangkan wisatawan untuk berkunjung dan meramaikan kota, karena Tabuik sudah identik dengan pariaman. Seperti kata ungkapan "Pariaman Tadanga Langang, Batabuik Mangkonyo Rami," Pariaman sepi tanpa Tabuik. <br />

<br />

<br />

Teks dan Foto Iggoy el Fitra<br />

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi