DAN BATU PUN MELAWAN LUPA

Ribuan wajah serius almarhum pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib, menatap kota kelahirannya, Batu, Jawa Timur. Di alun-alun kota Batu, seruan lantang melawan lupa, berkumandang.
 Adalah seniman Butet Kertaredjasa yang menanggapi kegundahan istri Munir, Suciwati, dengan sebuah ide untuk memperingati kelahiran Munir. Bersama perupa Koeboe Sarawan, Butet menggalang dukungan dari seniman dan budayawan serta politikus kenalannya.
 Bersama dukungan dari KontraS, Kasum, Imparsial, Komnas HAM serta seniman dan pemkot setempat, mereka kemudian menghelat pergelaran seni budaya pada 2&3 Desember 2012, bertajuk "Menafsir Munir Melawan Lupa".
 Lima ribu lembar sketsa wajah Munir disebar sebelumnya ke sekolah dasar untuk diwarnai anak-anak lalu dipasang di seputaran alun-alun Batu. Acara perhelatan dimulai ziarah ke makam Munir di TPU Sisir. Suciwati ditemani dua anaknya, Soultan Alief Allende dan Diva Suukyi Larasati, menabur bunga di makam almarhum diikuti pendukung acara itu. <br />

Diantaranya tampak saudara dan kerabat almarhum, Butet Kertaredjasa, Goenawan Mohamad, Djaduk Ferianto, Arswendo Atmowiloto, Romo Sindhunata, Sitok Srengenge, Usman Hamid, Otto Nur Abdullah dan Hendardi. Doa bersama dipimpin Alief putra almarhum.
Usai upacara di makam mereka bergerak bersama menuju lokasi acara.
 Suciwati bersama putra putrinya, membacakan surat untuk presiden menuntut penyelesaian kasus Munir, ajakan juga diserukan untuk segenap masyarakat agar menendatangani petisi di www.change.org untuk menuntut keadilan atas pembunuhan Munir serta dukungan untuk membuat monumen Munir.
 Acara dilanjutkan dengan musik dan orasi, sementara para perupa memulai melukis spontan dengan tema Munir, sejumlah pengunjung tak ketinggalan meminta pakaiannya disablon dengan cat semprot. 
Hari kedua acara diisi dengan aksi dua pelukis Djoko Pekik dan Nasirun yang hasil lukisannya diserahkan kepada Suciwati sebagai kado ulang tahun Munir. <br />

Bagi Suciwati sejatinya kegiatan itu juga untuk memperingati sewindu kematian Munir meninggal karena diracun dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Dan andai masih hidup, Munir seharusnya merayakan ultahnya yang ke-47 pada 8 Desember 2012 ini.
 Perjuangan dan semangat Munir diharapkan dapat menular dan dirawat dengan lebih baik melalui jalan seni dan kebudayaan. <br />

Lupa dapat dilawan.<br />

<br />

Teks & Foto : Fanny Octavianus

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi