Tidak ada gamelan yang dimainkan pada pertunjukan wayang malam itu di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta. Tokoh-tokoh pewayangannya seperti Bagong, Petruk, Gareng, dan yang lainnya pun malah mengenakan pakaian dan aksesoris model terkini. <br />
Pertunjukan itu memang tidak seperti pertunjukan wayang klasik pada umumnya, tidak diiringi gamelan tapi diiringi oleh alunan musik Hip Hop, makanya disebut wayang hip hop. Pertunjukannya tetap mengadopsi wayang klasik alias tanpa merubah pakem, namun disesuaikan dan diperbaharui penyajiannya. <br />
Dua tahun sudah komunitas seni kontemporer berbasis wayang yang menamakan dirinya Wayang Hip Hop tersebut meramaikan berbagai pentas kesenian di Yogyakarta. Wayang Hip Hop tersebut dimotori oleh Catur "Benyek" Kuncoro yang mengemban tugas sebagai dalangnya. Sementara Tyno dan Inung Arhain (rapper), Tiara Yantika (sinden), Migueel (visual), Rio Srundeng (artistik) dan Rahadian Hari (manager). <br />
Meski hanya menempati sanggar seadanya di kawasan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, namun semangat para personil dari Wayang Hip Hop tersebut perlu mendapatkan apresiasi. Kerja keras mereka sudah membuahkan hasil, kalangan muda mulai menyukai wayang gaya baru itu, meski masih sulit diterima oleh para pelaku seni pewayangan klasik. <br />
Bagi komunitas itu berkesenian harus selalu berinovasi, jika tidak akan ketinggalan dan ditinggal zaman. Pertunjukan Wayang klasik yang semalam suntuk misalnya sudah tidak sesuai dengan psikologis generasi muda sekarang ini, makanya wayang hip-hop tidak dipentaskan selama itu, dan bahasa dan ceritanya pun disederhanakan agar bisa dimengerti penonton. <br />
Maka, upanya untuk kembali mengenalkan wayang kepada anak muda dan masyarakat urban yang sebagian besar sudah tidak kenal dan tidak suka wayang klasik menjadi visi dan misi terbentuknya Wayang Hip Hop.<br />
<br />
Teks&foto : Noveradika