Keberadaan hewan primata, beruk (Macaca Nemestrina) di kawasan Pariaman, Sumatera Barat, umum dijumpai telah berubah peran dari hewan liar manjadi hewan terlatih pemetik kelapa ulung.
Awalnya, beruk menjadi hama yang meresahkan petani di Kabupaten Pasaman Barat. Warga bertindak menangkapi beruk-beruk liar yang merusak tanaman itu untuk dijual.
Beruk usia anak-anak hingga dewasa yang berhasil ditangkap, ditampung di Pasar Ternak Sungai Sariak, Padangpariaman untuk dijual dengan harga mulai Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.
Pembeli beruk biasanya bertujuan untuk mempekerjakan beruk liar sebagai pemetik kelapa. Untuk itu pembeli harus melatihnya terlebih dahulu agar bisa mengerti perintah manusia.
Tidak jarang dalam masa latihan itu beruk harus mengalami kekerasan fisik oleh pemiliknya yang tidak sabar ingin segera memiliki asisten pemetik kelapa.
Hal inilah, yang menginspirasi Desa Apar, Pariaman, untuk mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Beruk (STIB).
Nama sekolah ini tidak mengacu kepada perguruan tinggi, melainkan sekolah yang berada di pohon (atau ketinggian).
Sekolah khusus yang dibangun Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) itu memiliki kurikulum yang dibuat sebagai pedoman melatih beruk, dan dibutuhkan waktu hampir setahun lamanya untuk menghasilkan beruk pemetik kelapa terlatih.
Selama tiga bulan pertama, beruk akan dikenalkan makanan khusus mereka seperti gula aren, susu, nasi, dan sayur-sayuran. Tiga bulan berikutnya barulah beruk diperkenalkan dengan cara memetik buah kelapa secara bertahap.
Harga beruk yang sudah terlatih dapat berlipat ganda dari sebelumnya, yakni mulai Rp750 ribu hingga jutaan rupiah per ekor.
Desa Apar juga berencana menjadikan STIB sebagai objek wisata dengan menawarkan interaksi pengunjung dengan beruk terlatih dan mendapat kelapa muda langsung dari pohonnya.
Foto dan Teks: Iggoy el Fitra
Editor : Fanny Octavianus