Ratusan kepala keluarga yang berada di pesisir Pantai Teluk Palu, Sulawesi Tengah terpaksa hengkang dari tempat tinggalnya yang telah dihuni bertahun-tahun. Bagaimana tidak, terjangan tsunami pada 28 September 2018 lalu telah memporak-porandakannya.
Tak ada yang tersisa, kecuali tubuh yang selamat dan beberapa anggota keluarga, beserta pakaian yang melekat di badan. Mereka kemudian menempati tenda-tenda darurat tidak jauh dari pantai di tempat yang lebih tinggi dan berada di luar “red zoneâ€.
Hampir setahun para pengungsi ini bertahan di tenda-tenda darurat hingga kemudian dipindahkan ke hunian sementara (Huntara) yang dibangun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Untung ada OJK membangun Huntara, kalau tidak, mungkin kami masih hidup di tenda darurat yang panas dan kering,†ujar Karim, salah seorang penyintas yang menempati Huntara OJK di Kelurahan Talise, Palu.
Seorang penyintas bencana melintas di depan Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Talise Palu, Sulawesi Tengah. Di lokasi ini terdapat 10 unit huntara atau 120 bilik. ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Sejumlah penyintas bencana menyelesaikan pembuatan pesanan meja pesanan di depan Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Layana, Palu, Sulawesi Tengah.
OJK bukan satu-satunya yang membangun Huntara bagi para pengungsi. Sejumlah lembaga pemerintah, NGO, humanitarian asing dan dalam negeri juga banyak terlibat dalam pembangunan huntara itu. Namun khusus bagi para penyintas bencana tsunami, OJK mengambil peran lebih.
OJK membangun sedikitnya 30 unit huntara atau sebanyak 360 bilik bagi para penyintas tersebut yang tersebar di tiga lokasi, masing-masing di Kelurahan Talise, Layanan, dan Mamboro. Hampir seluruh penghuni huntara itu adalah mereka yang menjadi korban terjangan tsunami.
Tak sekadar bilik kosong yang dibuatkan, OJK juga melengkapi huntara itu dengan sejumlah sarana seperti dapur umum, MCK, sumur bor air tanah, tandon penampung air, ruang bermain anak, tempat pertemuan, hingga tempat ibadah.
Seorang anak penyintas beraktivitas di kompleks Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Talise Palu, Sulawesi Tengah.
Seorang penyintas bencana beraktivitas di Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Layana, Palu, Sulawesi Tengah.
“Tentu di huntara ini lebih baik dibanding di tenda. Di sini ada air, tidak panas, bersih, pokonya lebih enaklah,†aku Karim lagi.
Tak selesai sampai di situ, OJK kerap kali membuat kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan para penyintas bencana, mulai dari “trauma healingâ€, hingga bazaar dan pasar murah untuk membantu para korban.
Bagi para penyintas itu, bencana memang tidak dapat ditolak, tapi uluran tangan yang diberikan oleh banyak pihak pada saat ditimpa bencana adalah mukjizat. Setidaknya, para penyintas bisa menatap masa depan dengan lebih baik lagi.
Seorang ibu penyintas bencana menyuapi bayinya di bilik Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Talise Palu, Sulawesi Tengah.
Seorang ibu penyintas bencana memangku bayinya di depan Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Talise Palu, Sulawesi Tengah.
Sejumlah anak penyintas bencana bermain di dekat Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Layana, Palu, Sulawesi Tengah.
Anak-anak bermain di kompeks Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kelurahan Talise Palu, Sulawesi Tengah.
Teks dan Foto : Basri Marzuki
Editor : Andika Wahyu