GEMA TALEMPONG DARI MINANGKABAU

Iggoy el Fitra

“Tung... Tung... Tung..” suara talempong yang dipukul menggema ke penjuru desa Nagari Sungai Puar, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Suara tersebut berasal dari bangunan semi permanen beratap rumbia, bengkel dari pengrajin talempong. Ditemani kepulan asap, pengrajin menyetel nada talempong dengan mengetuk bagian dalam talempong menggunakan palu dan kayu untuk menyesuaikan nada dasar.

Kawasan Nagari Sungai Puar merupakan sentra bengkel pembuatan talempong, alat musik perkusi tradisional dari Minangkabau.

Talempong, bentuknya membulat hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan, namun memiliki bunyi yang unik khas Minangkabau.

Diameternya 15 sampai 17,5 centimeter. Bagian bawahnya berlubang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima centimeter sebagai titik untuk dipukul.

Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Untuk membuatnya, pengrajin membutuhkan sedikitnya 30 hari, mulai dari pencetakan hingga dapat dimainkan.

Menurut pengrajin, membuat talempong pun tidak bisa sembarang orang, sebab kemampuan tersebut diturunkan dari generasi sebelumnya.

Pertama, pengrajin harus mencetak lilin yang berbentuk talempong. Setelah kering, lilin tersebut kemudian dilamuri dengan tanah berlapis-lapis.

Lapis pertama terdiri dari tanah kental, membaluti bagian dalam dan luar lilin berbentuk talempong tersebut. Kemudian dijemur lalu dilapis kembali hingga talempong berbentuk gemuk.

Kondisi cuaca sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya proses pembuatan talempong, karena penjemuran butuh sinar matahari.

Setelah penjemuran untuk lapisan terakhir, barulah bakal cetakan talempong dibakar di tungku pembakaran khusus. Pada saat inilah, lilin yang berada di dalam lapisan tanah itu akan mencair dan membentuk cetakan talempong.

Lapisan tanah pun dibakar hingga dua kali agar cetakan talempong kuat, karena akan diisi dengan cairan logam kuningan dari logam bekas dengan meleburnya.

Proses penuangan cairan logam dalam cetakan talempong memerlukan kehati-hatian ekstra dan akan gagal ketika cetakan bocor atau pecah.

Setelah dingin, cetakan bisa dipecahkan dan meninggalkan talempong yang sudah jadi di dalamnya. Talempong ini akan disetel nadanya lalu dipoles berulang kali hingga mengkilap.

Satu buah talempong dihargai mulai Rp190 ribu hingga Rp250 ribu. Biasanya talempong dimainkan dengan jumlah delapan hingga 16 buah.

Sejumlah bengkel usaha pembuatan talempong di desa itu masih bertahan di tengah perkembangan gaya hidup modern. Dan selama gema talempong masih terdengar hingga ke kota-kota, bengkel itu akan terus mengepulkan asap diramaikan suara-suara khas logam yang dipukul.