Siang itu Weheldimar Ndimar (32) bersama Agustinus Ndiken (6) bungsu dari empat bersaudara mengambil air bersih yang berjarak sekitar satu kilometer dari gubuknya untuk kebutuhan sehari-hari. Gubuk 2x3 meter persegi yang beratapkan daun nipa berdindingkan potongan kayu itu dihuni oleh David Ndiken (36) dan ketiga putranya Yohanes Ndiken, Daud Ndiken dan Agustinus Ndiken.<br />
<br />
Gubuk tersebut terletak sekitar 80 km dari Merauke yang berada di sekitar kawasan tugu perbatasan dengan ketinggian 1,75 meter, tepat di desa sota distrik sota, merauke, papua. <br />
<br />
Keluarga itu merupakan salah satu keluarga yang tinggal di ujung timur perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Mereka hidup secara mandiri, menggantungkan diri dari alam. Hampir seluruh penopang kehidupan mereka berasal dari hasil habitat alam mereka.<br />
<br />
Makanan pokok mereka adalah sagu yang didapat dari hutan setempat, sementra David Ndiken berburu babi dari hutan setempat yang kemudian di ternak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri. David Ndiken mendapatkan nafkah dari menanam umbi varietas lokal dan sayur mayur untuk dijual kepasar setempat. <br />
<br />
Lahan kebun umbi dan sayur keluarga ini tak seberapa luas, lahan tersebut merupakan adalah zona bebas perbatasan. Namun keluarga David Ndiken diperbolehkan oleh pemerintah lokal untuk merawat dan menggarap lahan tersebut, namun meski hasil dari berkebun tidak seberapa. namun dia mendorong anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak agar kelak mereka dapat mengubah garis hidup mereka.<br />
<br />
Foto dan Teks : Zabur Karuru