MEREDAM KONFLIK GAJAH DAN MANUSIA

Irwansyah Putra

Sejak 2011 hingga hari ini, konflik manusia dengan gajah liar masih terus terjadi di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh, tidak sedikit tanaman perkebunan, tempat tinggal yang dirusak oleh satwa berbelalai itu, bahkan warga membuat tanda dengan berbagai untaian kata sebagai tanda konflik satwa masih berlangsung.

Gajah-gajah liar di dataran tinggi Gayo itu bukan hanya mengobrak abrik tanaman di kebun warga, kawanan satwa berbadan besar itu juga merusak tanaman di pekarangan Sekolah Dasar yang berada di pinggiran jalan nasional Bireuen - Takengon.

Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh sejak lima tahun terakhir konflik gajah liar yang memasuki pemukiman dan merusak perkebunan warga mengalami peningkatan bukan hanya di kabupaten Bener Meriah, namun gangguan satwa dilindungi itu juga terjadi di beberapa daerah lain seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Jaya.

Seekor gajah sumatra di pinggiran hutan Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Petugas Conservation Response Unit (CRU) DAS Peusangan dan personel Polres Bener Meriah melihat tanaman perkebunan yang dirusak kawanan gajah sumatra liar di Desa Negeri Antara, Bener Meriah, Aceh.

Pada 2015 terjadi 39 kali konflik, pada 2016 bertambah menjadi 44 kali. Angka itu meningkat menjadi 103 kasus pada 2017 dan menurun pada 2018 menjadi 73 kasus, namun kembali meningkat pada 2019 dan 2020 dengan catatan 107 kasus.

“Upaya penangangan konflik dengan melakukan patroli dan menggiring kawanan gajah liar dengan gajah jinak bahkan memindahkannya ke lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk juga terus kami lakukan,” kata Koordinator Conservation Response Unit (CRU) DAS Peusangan Kabupaten Bener Meriah Syahrol Rizal. 

CRU DAS Peusangan dibantu Pusat Latih Gajah (PLG) Saree selalu mengerahkan empat ekor gajah terlatih untuk menggiring kawanan gajah liar yang secara rutin memesuki pemukiman penduduk setiap tahunnya. 

Kawanan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) liar berada di perkebunan warga di Desa Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Petugas Conservation Response Unit (CRU) DAS Peusangan melihat rumah warga yang dirusak kawanan gajah sumatra liar di Desa Blang Rakal, Bener Meriah, Aceh.

Menurutnya, BKSDA Aceh melalui CRU bersama Pemerintah Kabupaten membentuk dan menurunkan tim penanggulangan setiap kali kawanan gajah liar yang mencapai 40 ekor lebih memasuki pemukiman dan merusak tanaman perkebunan serta mengejar para petani.

Peningkatan konflik gajah yang masih berlanjut hingga pertengahan 2021 dikhawatirkan akan berdampak terhadap kelestarian dan menyusutnya habitat satwa langka dan dilindungi itu.  

Pelajar dan pengajar SD Dirgantara melihat kotoran gajah sumatra liar yang merusak tanaman pekarangan sekolah di Desa Negeri Antara, Bener Meriah.

Warga melintas di samping panflet yang dibuat untuk meningkatkan kewaspadaan di daerah rawan konflik gajah di Desa Blang Rakal, Bener Meriah.

Tim penanganan konflik gajah dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melaksanakan patroli dengan menggunakan gajah jinak di Bener Meriah.

Tim penanganan konflik gajah dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melaksanakan patroli dengan menggunakan gajah jinak.

Dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dibantu para pawang (mahout) memberikan pengobatan pada gajah jinak yang mengalami luka akibat diserang kawanan gajah liar di Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh.

Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama warga membakar mercon saat melakukan pengusiran dan memindahkan gajah liar ke lokasi yang lain (translokasi) di Bener Meriah, Aceh.

Petugas dari tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyuntikan anti dot pada gajah liar saat evakuasi pemindahan ke lokasi yang lain (translokasi) di Bener Meriah, Aceh.

Seekor gajah liar yang ditangkap Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dipindahkan ke lokasi yang lain (translokasi) dengan menggunakan alat berat di Bener Meriah.

Teks dan Foto : Irwansyah Putra

Editor : Fanny Octavianus

Licence

Choose the license that suits your needs
$ 200
Photo Story Regular
Editorial and Online, 1 domain
$ 500
Photo Story Exhibition & Publishing
Photo Exhibition & Publishing