TRADISI PUKUL SAPU NEGERI MAMALA

Atika Fauziyyah

Upacara ritual 'ukuwala mahiate' atau pukul sapu merupakan upacara adat negeri Mamala yang dilaksanakan setiap tahun dilatarbelakangi pembanguan Masjid Mamala.

Kata ukuwala diambil dari bahasa negeri Mamala yang artinya sapu lidi sedangkan Mahiate artinya baku pukul. Jadi arti dari ukuwala mahiate adalah baku pukul sapu lidi disebut juga pukul menyapu.

Pukul ManyapuÿatauÿBaku Pukul Manyapuÿmerupakan atraksi unik dari Maluku Tengah yang biasanya dipentaskan di Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah.

Sejumlah peserta mempersiapkan lidi / tulang daun dari pelepah pohon Aren untuk atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah

Pemuka adat berkumpul di Rumah Raja Mamala uituk membacakan doa serta membuat minyak kelapa untuk upacara ritual ukuwala mahiate di Malama, Maluku Tengah

Berlangsung setiap 7 Syawal (penanggalan Islam) dan telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh agama Islamÿdari Maluku bernama Imam Tuni.ÿ

Ukuwala Mahiate diikuti 20 peserta dari kedua desa yang saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua tangan. Kedua kelompok mulai saling mengayunkan lidi saat suling mulai ditiup. Hingga akhir pertandingan tidak nampak rasa sakit yang dirasakan.

Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut menggobati lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan minyak 'nyualaing matetu' (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah tulang dan luka memar. Dalam beberapa minggu luka-luka ini akan sembuh tanpa berbekas.

Seorang pemuka adat mengambil minyak Mamala atau Tasala untuk dibawa ke rumah raja dan dibacakan doa di Malama, Maluku Tengah,

Sejumlah peserta bersiap mengikuti atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah

Nilai filosofis dari upacara tersebut yaitu persaudaraan tidak memandang Suku, Agama dan Ras. Sakit di kuku, rasa di daging yang artinya rasa senang maupun rasa sakit dapat dirasakan bersama demi terwujudnya kehidupan yang harmonis antar sesama.

Namun, ada cerita yang juga berkembang bahwa asal tradisi itu berawal dari sejarah masyarakat di Maluku Tengah saat bertempur mempertahankan Benteng Kapapaha dari serbuan Penjajah meskipun perjuangan mereka gagal dan Benteng Kapapaha tetap jatuh ke tangan penjajah yang dipimpin oleh Kapiten Telukabessy. Untuk menandai kekalahannya, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga berdarah.

Peserta atraksi Pukul Sapu berpose sebelum mengikuti atraksi di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019).

Seorang peserta mengayunkan lidi kelawannya saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah

Seorang peserta mengayunkan lidi kelawannya saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah

Peserta saling berpelukan seusai mengikuti Atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019).

Seorang tokoh agama di Negeri Mamala memoleskan minyak Mamala yang dipercaya dapat menyembuhkan bekas luka sabetan lidi dari Atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah

Seorang peserta menahan pukulan lidi daripeserta lain saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019).

Foto dan teks : Atika Fauziyyah

Editor : Fanny Octavianus

Licence

Choose the license that suits your needs
$ 200
Photo Story Regular
Editorial and Online, 1 domain
$ 500
Photo Story Exhibition & Publishing
Photo Exhibition & Publishing